ABDURRAHMAN bin Al-Hakim, Amir Andalusia, mengundang sejumlah ahli fikih di kediamannya. Ia sedang menghadapi masalah pelik. Pada siang hari Ramadan, ia telah melakukan hubungan seksual dengan budak perempuannya. Saat itu ia benar-benar tidak sanggup menahan hasrat berahinya.
la ingin bertanya kepada para ulama ahli fikih bagaimana cara bertobat dan membayar kafarat. Kafarat berasal dari kata kafran yang berarti 'menutupi', yaitu menutupi dosa. Kafarat berarti denda yang harus dibayar karena melanggar larangan Allah
"Selain bertobat kepada Allah dengan sungguh-sungguh, engkau harus berpuasa dua bulan berturut-turut," kata seorang ulama yang bernama Yahya bin Yahya Al-Laitsi.
Lalu, ulama-ulama yang lain diam saja mendengar jawaban Yahya tersebut. Tidak seorang pun yang menyanggahnya. Namun, begitu keluar dari kediaman sang amir, beberapa ulama menghampiri Yahya dan bertanya, "Mengapa engkau tadi tidak memberinya fatwa berdasarkan mazhab Imam Malik? Sehingga ia bisa memilih tiga macam sanksi secara berurutan: memerdekakan budak, atau memberikan makan sejumlah orang miskin, baru berpuasa selama dua bulan berturut-turut," ucap ulama-ulama lain itu yang kebingungan atas jawaban Yahya.
"Kalau itu yang aku sampaikan, keenakan dia. Mungkin setiap hari ia akan mengulangi perbuatannya itu karena baginya memerdekakan budak itu masalah yang ringan. Aku sengaja pilihkan yang paling berat supaya ia tidak mengulanginya lagi," jawab Yahya. (Fal/H-2)
Sumber: Buku Humor Sufi V, karangan Abdul Rasyad Shiddiq, Lutfi Abdullah, tahun terbit 2008