Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

MK Serahkan Surat Pemberhentian Sementara Patrialis ke Presiden

Rudy Polycarpus
07/2/2017 15:40
MK Serahkan Surat Pemberhentian Sementara Patrialis ke Presiden
(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

PRESIDEN Joko Widodo telah menerima surat pemberhentian sementara Patrialis Akbar sebagai hakim Mahkamah Konstitusi. Pemberhentian Patrialis berdasarkan putusan Majelis Kehormatan MK karena diduga melakukan pelanggaran berat.

Hal itu disampaikan Arief Hidayat seusai bertemu Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (7/2). Kedatangannya ini untuk memberikan penjelasan soal surat tersebut. "Tadi saya juga menyampaikan dan menjelaskan surat itu dan prosedur pemberhentian Pak Patrialis. Secara detail saya sudah sampaikan kepada bapak presiden dan menyanggupi untuk segera diterbitkan surat pemberhentian sementara," ujarnya seusai pertemuan.

Kepada Presiden, Arief juga menjelaskan mekanisme pelaksanaan Majelis Kehormatan MK kepada Presiden Jokowi. Mulai dari rapat pemilihan ketua dan sekretaris Majelis Kehormatan, memeriksa saksi-saksi hingga Patrialis sendiri dan isi putusan.

"Akhirnya diputuskan memang ada dugaan pelanggaran berat yang dilakukan Pak Patrialis," tegas Arief. Dijelaskan, proses selanjutnya Majelis Kehormatan MK akan mengeluarkan putusan lanjutan terkait pemberhentian tidak hormat kepada Patrialis.

"Majelis Kehormatan bersidang kembali untuk memeriksa lanjutan terus nanti rekomendasinya apakah Pak Patrialis melanggar kode etik yang berat, kalo itu iya, maka direkomendasikan untuk diberhentikan dengan tidak hormat," tandasnya.

Ia menambahkan, setelah diberhentikan secara tidak hormat, baru akan dipilih hakim konstitusi yang baru. Sebab pada 8 Maret mendatang, MK akan menyidangkan banyak perkara terkait sengketa Pilkada Serentak 2017.

Meski demikian, Arief menegaskan MK tidak akan kewalahan menangani gugatan sengketa pilkada. Pasalnya, sebuah gugatan sengketa dapat dilayangkan jika selisih suara antara pemohon dengan calon lain maksimal 0,5 hingga 2%.

Aturan itu tertuang dalam Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. "Jadi kalau perkara di luar itu tidak bisa masuk ke MK. Kemarin dari 269 pilkada yang masuk MK ada 151 perkara. Namun, yang betul-betul memenuhi persyaratan hanya 9 perkara," tandasnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik