Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PADA 29 Januari tiga tahun silam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi, dua direktur perusahaan importir daging PT Indoguna Utama. Mereka dicokok setelah menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Ahmad Fathanah, orang dekat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq dan berperan sebagai makelar proyek kuota impor daging sapi.
Uang tersebut akan diberikan kepada Luthfi untuk mengurus kuota impor daging sapi. Pasalnya Luthfi berkomitmen membantu untuk perusahaan itu memenuhi kuota impornya dengan memengaruhi Menteri Pertanian saat itu. Keempatnya akhirnya ditetapkan tersangka dengan nilai suap keseluruhan dari PT Indoguna diduga mencapai Rp40 miliar, dengan perhitungan commitment fee per kilogram daging adalah Rp5.000 karena PT Indoguna meminta kuota impor 8.000 ton.
Tiga tahun berselang, tepatnya Rabu 25 Januari 2017, lembaga penegak hukum yang sama yaitu KPK mengungkap kasus suap peninjauan kembali UU menyangkut impor daging sapi. Lembaga yang telah membuka borok mantan Presiden PKS itu, kembali berhasil mengungkap suap aturan impor daging sapi, UU nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan yang tengah di uji materikan di Mahkamah Konstitusi (MK), perkara bernomor 129/PUU-XIII/2015.
Hingga Kamis (26/1) siang sampai pukul 21:30, KPK telah mengamankan 11 orang dan berhasil menetapkan 4 orang di antaranya sebagai tersangka. Dua orang selaku penerima suap yaitu Hakim MK berserta sahabatnya, Patrialis Akbar dan Kamaludin, kemudian pengusaha daging ternama dan sekretarisnya, Basuki Hariman dan NG Fenny berperan sebagai pemberi suap.
Kasus ini seperti Deja Vu. Apalagi, kedua perkara ini memiliki benang merah melalui keterlibatan Basuki Hariman. Dia sempat menjadi sksi perkara suap perkara Lutfi Hasan Ishaq dan saat ini sebagai tersangka pemberi suap USD 20 ribu kepada Hakim MK, Patrialis Akbar.
Basuki merupakan pemilik hampir 20 perusahaan yang antara lain CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama. Dua perusahaan itu bergerak dibidang impor daging sapi dan telah tercatat sebagai mitra lama pemerintah dalam pengadaan komiditas yang harganya kerap mencekik masyarakat tersebut.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, nama Basuki tidak asing lagi setelah sebelumnya sempat beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam perkara suap pengurusan kuota impor mantan Presiden PKS tersebut.
"Pemberi suap ini memang pernah diperiksa KPK berhubungan dengan perkara suap kuota impor daging sapi yang dilakukan KPK. Sekali lagi kami menghimbau jangan main lagi dengan komoditas-komoditas penting, sudah diperingatkan bahkan sudah pernah diperiksa kok malah masih melakukan hal seperti ini," tegasnya, di Gedung KPK, Kamis.
Menurut Basari, perusahaannan milik Basuki cukup banyak, baik atas nama diri sendiri atau yang lain. KPK, kata dia, tentu akan membuka penelusuran keterlibatan perusahaan-perusahaan milik Basuki yang berjumlah sekitar 20 perusahaa itu. Ketika terbukti korporasi milik Basuki terlibat, dia bisa dijerat menggunakan aturan pidana korporasi.
"Perusahaannya sedang diteliti dan terbuka kemungkinan untuk kita melakukan itu untuk tanggung jawab pidana korporasi. Salah satu contohnya pemberinya sudah dan korporasinya masih ada dan dia mengulang lagi perbuatan yang kita kategorikan corrupt, ini yang jadi perhatian KPK agar tidak terjadi lagi ke depan," jelasnya.
Sementara itu, Basuki menjelaskan posisinya dalam yang terungkap melalui OTT ini adalah pihak yang keberatan dengan UU 41 tahun 2014 yang menjadi landasan hukum mengatur keran impor daging sapi. Sehingga dia berupaya supaya peninjauan kembali atas hukum tersebut dikabulakn MK karena dirasa merugikan peternak sapi dan berpotensi menyebarkan wabah.
"Bahwa masuknya daging India ini pertama merusak peternak lokal karena harganya murah sekali. Kedua, di sana masih terjangkit penyakit PMK, jelas kok di sertifikatnya tertulis dari negara terinfeksi kenapa masih tetap diimport gitu loh," paparnya, ketika hendak dibawa ke rumah tahanan POMDAM Jaya Guntur cabang KPK, Jakarta, di Gedung KPK, Jumat (27/1) dini hari.
Atas dasar tersebut, lanjut dia, komunikasi telah dibangun dengan Patrialis yang dijembatani Kamaludin, sahabat dekat Patrialis. Dalam beberapa pertemuan dengan Patrialis telah dihelat baik di meja makan maupun di lapangan golf, Rawamangun, Jakarta Timur, tujuannya meyakinkan pentingnya perubahan UU tersebut atau MK harus mengabulkan gugatan perkara PUU/129-XIII/2015 itu.
"Saya pernah ketemu di lapangan golf, Rawamangun, berapa kali aja dan makan sama-sama dua kali kalau nggak salah. Jadi saya jelaskan kepada Pak Patrialis biar beliau mengerti dan begitu dia mengerti, dia coba pelajari," ujarnya.
Pada proses tersebut, dia mengaku tidak pernah menjanjikan uang. Sebaliknya, kata Basuki, sang perantara lah, Kamaludin, yang kerap meminta sejumlah uang karena selain kenal dekat dengan Patrialis, dia juga sudah akrab dengan dirinya.
"Karena dia (Kamal) kan dekat dengan pak Patrialis, gitu. Dia minta sama saya USD 20 ribu itu buat dia umroh. (Kamal Menjajikan) ya ini perkaranya bisa menang, gitu aja," tutupnya.
Basuki Hariman sekitar pukul 02.35 WIB keluar dari Gedung KPK untuk menjalani penahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. Ia kemudian mendekam di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
Sebelum Basuki, Kamaludin keluar dari Gedung KPK sekiar pukul 23:50 WIB. Dia diduga sebagai seorang perantara yang juga tangan kanan Patrialis kemudian langsung ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat.
Berselang 20 menit kemudian, Ng Fenny, sekretaris Basuki Hariman, keluar. Fenny yang mengenakan kemeja putih yang dibalutkan rompi orange tahanan KPK keluar sekira pukul 00.15 WIB dan menjalani masa tahanan pada proses penyidikan di Rutan KPK.
Kemudian Patrialis keluar dari Gedung KPK, sekitar pukul 00.40 WIB dan akan ditempatkan di Rutan KPK. Saat keluar, mantan politikus PAN merasa dizalimi dengan penangkapan dan penetapan tersangka ini. Namun, ia yakin tidak bersalah lantaran tidak pernah menerima suap dari Basuki.
"Demi Allah, saya betul-betul dizalimi," kata Patrialis. OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved