Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Menuntun Kembali ke Jalan yang Benar

Golda Eksa
06/1/2017 08:15
Menuntun Kembali ke Jalan yang Benar
(MI)

DI awal Desember lalu, Presiden Joko Widodo melontarkan rencana pembentukan tim khusus untuk menangkal penyebaran-penyebaran ideologi kekerasan, radikalisme, dan fundamentalis. Paham-paham tersebut dianggap sebagai pemicu aksi-aksi intoleran hingga terorisme.

Tim yang kemudian akan diberi nama unit kerja presiden untuk pemantapan ideologi Pancasila (UKP-PIP) diharapkan bisa membumikan kembali Pancasila sebagai penangkal ideologi radikal.

“Saya kira sering saya sampaikan bahwa dalam menghadapi tatanan dunia yang semakin berubah, yakni aksi terorisme, radikalisme, ­eks­trimisme yang semakin banyak, saya meyakini bahwa nilai-nilai Pancasila dapat menjawab tantangan itu,” tutur Presiden dalam sidang kabinet paripurna, di Istana Kepresidenan, Bogor, Rabu (4/1) pagi.

Menteri Dalam Negeri ­Tjahjo Kumolo menyebut ­sasaran tim meliputi seluruh ­elemen ­masyarakat, termasuk di lingkungan pendidikan. Tim nantinya menyiapkan model pembelajaran pemantapan Pancasila untuk pendidikan formal yang dimulai dari ­tingkat sekolah dasar.

Tidak dapat dimungkiri, sekolah-sekolah hingga kampus potensial untuk ­disusupi paham-paham yang memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Maarif Institute Abdullah Daraz mengatakan praktik-praktik radikalisasi di lingkungan sekolah terjadi melalui tiga pintu masuk, yakni kebijakan sekolah, proses belajar meng­ajar, dan kegiatan ekstrakurikuler.

Daraz ­mencontohkan bebera­pa sekolah di ­Pandeglang dan Cianjur, Jawa Barat, bersikap permisif membiarkan penyebaran brosur-brosur yang isinya menegakkan khilafah Islamiyah, menolak Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan NKRI. Demokrasi dilabeli sebagai sistem kafir.

“Kebijakan sekolah tidak kuat mendorong kehidupan kebinekaan,” tutur Daraz dalam sebuah diskusi, Kamis (29/12/2016).

Bukan hanya sekolah, kampus juga menjadi sasaran empuk penyebaran ideologi radikal. Guru Besar Sosiolog Agama dari UIN Syarief ­Hidayatullah Bambang Pranowo berpendapat kampus dipenuhi kalangan anak muda yang sangat potensial direkrut untuk masuk kelompok-­kelompok radikal.

Wajar bila kemudian Badan Nasional Penanggulangan ­Terorisme (BNPT) menggandeng Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk menangkal masuknya paham ­radikalisme. Apa pun alasannya ­lingkungan kampus harus bersih dari ajaran sesat yang disebarkan kelompok ekstrem.

“Jika radikalisme masuk, doktrin khilafah, maka tidak satu pun yang bebas. Itulah yang harus kita waspadai secara bersama,” ujar Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius, Rabu (4/1).

Menurut Suhardi, Kemenristek Dikti yang membawahkan seluruh perguruan tinggi di Tanah Air amat berperan dalam menyosialisasikan deradikalisasi. Dengan pelibatan pihak kementerian terkait, BNPT dapat memiliki jalur untuk melihat perkembangan di universitas dan perguruan tinggi.

“Mana secara tanda kutip perintah dosennya, lingkungan­nya, entah mahasiswanya, kita akan kembalikan ke jalan yang benar.”

Selain menangkal penyebaran paham-paham radikal di universitas, BNPT terus menjalankan program deradikalisasi. Pusat deradikali­sasi pun akan berfungsi mulai akhir bulan ini. Total ada 25 kementerian dan lembaga yang dilibatkan.

Untuk akses keamanan, BNPT menggandeng TNI dan Polri. Kemudian, untuk akses sosial, mereka menggandeng Kementerian Sosial yang digawangi Khofifah Indar Parawansa.

“Untuk pendidikan ke ­Kementerian Pendidikan, jadi semua ambil peran, kita mencoba agar terintegrasi hulu sampai hilir, semoga bisa mereduksi radikalisme,” pungkas Suhardi.

Bentuk karakter
Sekretaris Jenderal Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Ainun Naim menyadari lingkungan pendidikan tinggi rawan bersentuhan dengan paham radikalisme yang terbilang ekstrem.

“Mengatasinya harus secara komprehensif. Kalau ada kegiatan mahasiswa, harus kita tingkatkan intensitas dan relevansinya dengan pembentukan karakter,” ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Rabu (4/1).

Menurut Ainun, usaha tersebut tidak akan berhasil tanpa disertai komitmen yang kuat untuk dapat mengimplementasikannya ke dalam kurikulum ataupun proses pembelajaran. Pada mahasiswa, harus ditanamkan nilai-nilai budaya dan Pancasila.

“Mungkin itu sudah berjalan, tapi perlu perhatian dan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya paham radikal,” tandas Ainun. (Deo/Nyu/Mut/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya