Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Dua Suami-Istri Berkuasa 17 Tahun

Arif Hulwan
04/1/2017 08:30
Dua Suami-Istri Berkuasa 17 Tahun
(Ilustrasi)

KELANGGENGAN dinasti politik yang korup di daerah hampir selalu luput dari perhatian masyarakat luas. Seperti yang terjadi di Kabupaten Klaten. Nafsu berkuasa dengan membentuk dinasti politik baru terlihat jelas setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik jual-beli jabatan oleh penguasa.

Kabupaten Klaten ternyata dikuasai secara bergiliran oleh dua pasang suami-istri. Bermula dari diangkatnya Haryanto Wibowo sebagai bupati untuk periode 2000-2005. Pada periode 2005-2010, Haryanto menjadi wakil bupati berpasangan dengan Sunarna sebagai bupati.

Di 2010, Sunarna terpilih lagi menjabat bupati. Kali ini dia memimpin bersama Sri Hartini, istri Haryanto, hingga 2015. Kemudian, pada 2015, Sri Hartini terpilih menjadi bupati Klaten. Lalu siapa pendampingnya? Tidak lain istri Sunarna, Sri Mulyani.

Pasangan bupati dan wakil bupati terbaru Klaten itulah yang kemudian tepergok KPK menjalankan jual beli jabatan di lingkungan Kabupaten Klaten. Praktik itu diduga telah berlangsung lama dan tidak hanya di Klaten.

Dinasti politik mendapatkan angin segar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menutup peluang adanya aturan hukum untuk mencegah dinasti politik. Tidak ada jalan lain, masyarakat yang harus bersatu-padu tidak memilih pemimpin oligarkis.

Hal itu dikemukakan peneliti di Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia Arif Susanto. Ia memandang kekuatan yang diharapkan ialah seperti yang terjadi di Pemilihan Presiden 2014.

"Kita melihat masyarakat sipil bersatu saat Pilpres 2014. Setelah Jokowi menjabat, justru terjadi pelemahan," ujar Arif, dalam diskusi bertajuk tentang dinasti dan korupsi, di Jakarta, kemarin.

Menurut Arif, dinasti politik salah satu problem besar dalam rezim pilkada. Kekuasaan, yang tadinya tersentralisasi di Jakarta di era Orde Baru, menyebar ke daerah-daerah. Hal itu mendorong lahirnya raja-raja kecil. Mereka menguasai pusat politik dan ekonomi sekaligus dan mengumpulkan kekayaan secara rakus.

Solusi bagi persoalan itu, pertama, pembangunan yang lebih merata. Kedua, pengembangan budaya politik di masyarakat yang antidinasti politik. Ketiga, perluasan akses politik bagi semua warga tanpa pandang kedekatan dengan kalangan oligarki.

Promosikan kerabat

Koordinator Bidang Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibarni menambahkan jejaring masyarakat sipil di Banten menemukan program-program wali kota tertentu mendadak banyak di sekitar pilkada. Di sela-sela program, wali kota tersebut ternyata ikut mempromosikan salah satu pasangan calon yang merupakan kerabatnya.

"Dinasti masih kuat meski simbolnya sudah tumbang," ungkapnya.

Julius menyarankan Bawaslu memperkuat penelusuran sumber uang dalam pilkada. Biasanya, dinasti langgeng karena sokongan uang dari petahana.

Koordinator Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi, menyebut dinasti politik berniat bertahan lama di satu posisi dengan anggota keluarga dan mengembangkan sayap ke daerah-daerah sekitarnya.

"Mereka bisa bertahan 15-25 tahun. Ini terjadi lebih mengerikan di daerah. Perlu dikerahkan sanksi politik, sosial, dan ekonomi untuk hancurkan dinasti politik." Ditambahkan Apung, salah satu ciri daerah yang dipimpin dinasti politik ialah daerahnya tertinggal meskipun memiliki APBD besar. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya