Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
MENANGGAPI permasalahan hak cipta dan royalti musik, Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej, mengungkapkan ada tiga permasalahan utama. Hal itu adalah masalah struktural dan regulasi, masalah teknis dan operasional, serta masalah ekonomi dan sosial.
Dalam rapat konsolidasi bersama DPR RI, Kamis (21/8), pria yang akrab disapa Edy itu menjelaskan, terkait masalah teknis dan operasional, berfokus pada transparansi dan akurasi distribusi royalti, serta minimnya pemanfaatan big data dan sistem monitoring otomatis.
“Terkait transparansi dan akurasi distribusi royalti, saat ini solusinya adalah mendorong LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) untuk membangun dan mengembangkan sistem informasi lagu dan atau musik. Kemudian yang kedua terkait permasalahan pemanfaatan big data dan sistem monitoring otomatis, solusinya adalah digitalisasi penuh sistem pencatatan, pelaporan dan distribusi royalti, pengembangan Pusat Data Lagu dan Musik (PDLM) dan pembentukan Sistem Informasi Musik dan Lagu (SILM), misalnya dengan mengadopsi sistem WIPO Connect atau sistem lainnya,” jelas Edy.
Sedangkan pada permasalahan struktur dan regulasi, Kemenhum melihat ada tiga masalah yang perlu segera dicarikan solusi bersama, pertama yakni keterbatasan regulasi terkait platform digital lintas negara, besaran tarif royalti untuk UMKM serta belum diaturnya mekanisme pendistribusian royalti unclaimed, atau pencipta yang tidak tergabung dalam LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) dan tidak diketahui penciptanya.
Berkaitan keterbatasan regulasi terkait platform digital lintas negara, saat ini solusinya adalah inisiasi yang sedang ditempuh oleh pemerintah (Kemenkum) terkait Protokol Jakarta, mengenai pengelolaan royalti musik pada platform digital secara global melalui World Intellectual Property Organization WIPO.
“Kemudian menyoal besaran tarif royalti untuk UMKM, saat ini kami mendorong LMKN untuk menyusun pedoman tentang besaran tarif royalti untuk UMKM sebagai implementasi dari ketentuan Pasal 11 PP 56 tahun 2021. Selanjutnya terkait belum diaturnya mekanisme pendistribusian royalti unclaimed, kami mendorong LMKN untuk menyusun pedoman tentang pendistribusian royalti unclaimed, sebagai implementasi dari ketentuan Pasal 13 PP 56 tahun 2021,” ujar Edy.
Ketiga, menyoal permasalahan dalam lingkup ekonomi dan sosial, Edy menerangkan bahwa pihaknya melihat terdapat dua poin yang perlu diselesaikan, pertama terkait rendahnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dan pelaku usaha tentang royalti, serta nilai royalti yang belum optimal dibandingkan potensi ekonomi hak ciptanya. Dia pun mengatakan, sejauh ini solusi yang bisa dilakukan adalah sosialisasi dan edukasi masif oleh seluruh pemangku kepentingan.
Kasus terbaru soal transparansi penarikan dan distribusi royalti diungkap musisi Ari Lasso. Selama dua minggu ini di Instagram @ari_lasso, sang musisi mengungkap soal email salah alamat soal pembayaran royalti dari LMK Wahana Musik Indonesia (Wami). Ia juga mempertanyakan soal royalti yang didapatnya yang dinilai kecil. Meski kemudian mengakui bahwa mendapat bayaran royalti puluhan juta dari Wami, Ari tetap menilai pengelolaan royalti tidak jelas dan ia menuntut audit. (M-1)
Kemdiktisaintek menegaskan komitmennya untuk memperkuat perlindungan dan pemanfaatan kekayaan intelektual (KI) dari hasil riset dan inovasi perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
KETUA Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya merespons polemik hak royalti untuk pemutaran lagu di ruang publik. Ia meminta semua pihak mengedepankan falsafah Pancasila dan tidak saling serang.
Karya cipta seperti lagu, buku, lukisan, hingga perangkat lunak kini semakin diakui sebagai bentuk harta tidak berwujud yang dapat diwariskan.
Isu performing rights bukan sekadar persoalan legal, tetapi juga refleksi dari tantangan budaya, ekonomi, dan teknologi yang harus dijawab bersama termasuk oleh perguruan tinggi.
Persetujuan Otomatis Permohonan Hak Cipta (POP HC) dapat selesai hanya dalam waktu 5 menit.
Berdasarkan regulasi, pemilik usaha seperti kafe, restoran, hotel, mal, hingga transportasi umum wajib membayar royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved