ANGGOTA Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dwi Ria Latifa menyebut ada kebohongan terkait dengan keluarnya terpidana kasus mafia pajak Gayus Tambunan dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin dan bersantai bersama dua perempuan di sebuah restoran khas Manado, belum lama ini.
Menurut Dwi, mustahil sipir tidak tahu ada aturan yang melarang seorang narapidana bebas berkeliaran dari balik jeruji besi. Ia pun beranggapan seluruh petugas pasti sudah menerima pendidikan yang memadai mengenai hal tersebut. "Kalau lapar atau mau makan, ada prosedur, disediakan pihak lembaga pemasyarakatan. Bohong kalau tidak mengerti! Orang baru masuk jadi petugas harusnya sudah tahu kok!" cetus Dwi dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin.
Dwi menegaskan petugas LP yang mendampingi semestinya membelikan makan di kantin Pengadilan Agama Jakarta Utara bila Gayus kelaparan. Ia pun tidak habis pikir karena mantan pegawai Ditjen Pajak itu malah makan-makan di bilangan Jakarta Selatan.
"Ini sidang di wilayah Ancol, makannya di restoran di Jakarta Selatan. Lintasan tempatnya saja sudah meragukan, kalau ada apa-apa. Pak Dirjen Pemasyarakatan (I Wayan Kusmiantha) dibuka siapa yang menerima gratifikasi, siapa yang melanggar," tandasnya.
Ia menambahkan perlu pembenahan dan ketegasan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly agar tidak ada lagi ruang bagi praktik-praktik seperti itu. Kebijakan tersebut mesti dilaksanakan mulai tingkat direktorat jenderal, kepala LP, hingga sipir.
Rawan godaan Juru bicara Direktorat Jende-ral Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM Akbar Hadi mengakui sipir penjara masih rawan godaan suap. Apalagi, banyak petugas LP berpendidikan se-kolah menengah atas (SMA) ternyata minim pelatihan pemasyarakatan.
Ia beralasan ada petugas LP yang tidak mendapatkan pelatihan dalam rentang waktu 20 tahun sehingga membuka celah suap. Menurutnya, godaan tersebut bisa diminimalisasi sering dengan gencarnya gerakan memiskinkan para koruptor.
"Kalau tidak ada (gerakan) memiskinkan koruptor itu bisa berdampak pada petugas kami. Misalnya kepala LP enggak mempan, ke petugas lainnya senantiasa digoda dan dirayu," ucap Akbar yang juga hadir sebagai pembicara di acara dis-kusi tersebut.
Direktur Center for Detention Studies Ali Aranoval berpendapat dua oknum sipir yang mengawal Gayus keluar dari LP Sukamiskin mesti dikenai sanksi.
"Dalam konteks jangka pendek, penggunaan sanksi kode etik itu yang seharusnya diberikan. Selain itu, arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 harus menciptakan profesionalitas petugas," ucapnya.
Kasus Gayus merebak setelah foto dirinya bersama dua perempuan di sebuah resto-ran beredar di media sosial. Gayus keluar dari LP untuk menjalani sidang perceraian, 9 September lalu. Namun, seusai sidang, ia rupanya tidak langsung kembali ke LP Sukamiskin. (P-5)