IBARAT menangkap ikan di kolam. Tangkap ikannya, tetapi airnya tetap bening. Itulah jurus Komisaris Jenderal Anang Iskandar dalam mengomandani Badan Reserse Kriminal Polri. Bareskrim Polri memasuki era baru tanpa kegaduhan.
"Kasus kecil bisa jadi ramai kalau penanganannya gaduh. Kasus besar, tapi bisa jadi kecil, tergantung penanganannya. Itu seni setiap penegak hukum," kata Anang dalam dikusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, ada prinsip yang disebut pencegahan sebelum penegakan untuk mencegah sesuatu kejahatan sebelum terjadi kerusakan yang lebih besar. Penegakan hukum, lanjutnya, bisa terlaksana dengan baik dan masyarakat tetap tertib berjalan.
Selain itu, dia memperhatikan penegakan hukum juga tak boleh sekadar menangkap banyak orang dan memasukkannya ke penjara. "Kalau menimbulkan kegaduhan, apa artinya?" ucap dia.
Dia mengingatkan filosofi kepolisian, yakni penegakan hukum merupakan upaya akhir. "Pertama ialah pencegahan. Sesudah dilakukan, tinggal penegakan," pungkas jenderal bintang tiga kelahiran Mojokerto, 18 Mei 1958 itu.
Anang Iskandar menggantikan Komisaris Jenderal Budi Waseso (Buwas) yang menjabat Kabareskrim sejak Januari 2015. Selanjutnya, Buwas menempati posisi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang ditinggalkan Anang. Rencananya serah terima jabatan Kabareskrim akan dilakukan besok.
Bekerja di bawah air Di tempat yang sama, Komisioner Kompolnas, M Nasser, meyakini Anang bisa membuat institusi Bareskrim Polri memiliki gigi.
"Prestasi Pak Anang di BNN bisa jadi rujukan. Tentu saja dia beda dengan Pak Buwas yang terlihat ganas, tetapi dengan ketenangannya saya rasa beliau mampu. Pak Anang lebih senang bekerja di bawah air tanpa publikasi," urai Nasser.
Beberapa kasus menonjol yang saat ini ditangani Bareskrim, yakni kasus yang menyeret mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, kasus mantan Wamenkum dan HAM Denny Indrayana, korupsi pengadaan UPS di Pemprov DKI Jakarta, dan dugaan korupsi di PT Pelindo II.
Langkah Buwas yang menetapkan pimpinan KPK dan penyidik seniornya, Novel Baswedan, sebagai tersangka sempat membuat kegaduhan nasional, kecaman pun datang dari penggiat antikorupsi.
Kegaduhan kembali muncul ketika Bareskrim menggeledah Kantor PT Pelindo II di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, atas dugaan korupsi 10 mobile crane senilai Rp45,6 miliar.
Tindakan Buwas membuat berang Dirut PT Pelindo II Richard Joost Lino. Bahkan, Wapres Jusuf Kalla pun menelepon Buwas.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar Bambang Soesatyo mengharapkan Anang bisa menjaga muruah Bareskrim sebagai jantung kepolisian. "Yang terjadi sekarang itu tidak elok. Karena saat Polri mau unjuk kekuatan, malah diobok-obok," cetusnya.
Soal hubungan dengan KPK, Anang mengatakan harus dibangun secara sejajar dan searah. "Negara tidak dibangun dengan satu institusi saja.
"Namun, mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, pesimistis terpilihnya Komjen Anang Iskandar bisa membuat hubungan KPK-Polri lebih harmonis. Pasalnya, secara struktural Polri berada di bawah Presiden. "Dengan begitu, kebijakan kepolisian akan tetap bernuansa politis," katanya saat dihubungi tadi malam. (Deo/X-6)