Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Waspadai Munculnya Radikalisme Kapital

MI
06/9/2015 00:00
Waspadai Munculnya Radikalisme Kapital
(ANTARA/ROSA PANGGABEAN)
WAKIL Presiden Jusuf Kalla bersyukur bahwa perbedaan-perbedaan pandangan keagamaan yang masih sering terjadi di Indonesia tak memicu perpecahan berdarah laiknya di Timur Tengah. Itu didukung pula dengan stabilitas politik yang kini terjaga dari isu besar.

"Namun, kita harus atasi satu hal, ketertinggalan, yang apabila tidak (diatasi) akan jadi radikalisme kapital salah satu pihak," kata dia dalam pengukuhan Pengurus Besar Nadlatul Ulama Periode 2015-2020, di Masjid Istiqlal, Jakarta, kemarin.

Yang dimaksud radikalis-me kapital, jelasnya, ialah upaya penguasaan sumber-sumber kekayaan negara dengan jalan kekerasan, seperti yang terjadi di Irak dan Suriah. Pihak asing yang hendak menguasai kekayaan alam kedua negara itu dengan mudah menggunakan kekuatan di luar sistem untuk mengoyak pemerintahan yang sah.

Radikalisme kapital itu, lanjutnya, ialah salah satu dari empat jenis ekstremisme yang harus diwaspadai Indonesia serta ormas-ormas keagamaan seperti NU. Hal lainnya ialah radikalisme berbasis ideologi keagamaan seperti Negara Islam (Islamic State), radikalisme politik, atau keinginan berkuasa dengan menggunakan jalan kekerasan.

Untuk mencegah semua radikalisme itu terjadi di Indonesia, JK meyakinkan bahwa pemerintah tengah bekerja keras bagi masyarakat.

"Karena itulah NU ke depan bukan hanya berbicara tentang selawat, istigasah, dalam artian agama, tapi mari kita beristigasah akan kemakmuran, tentang bagaimana bekerja keras dalam bidang pertanian, perdagangan, dan sebagainya. Hanya itu cara yang dapat mengatasi tantangan ketertinggalan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum Tanfidziyah PBNU Said Aqil Siradj mengkritisi pemerintah agar tidak sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi yang lebih penting juga pemerataan kesejahteraan.

Menurut Said, pengelolaan sumber daya alam masih tidak ditujukan untuk menyejahterakan rakyat. Ada paradoks bahwa rakyat Indonesia miskin di tengah kekayaan alamnya.

Di sisi lain, sumber kekayaan alam yang terdiri atas air, energi, dan hutan, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad, tak boleh dimonopoli sekelompok orang. "Intinya bukan cuma pertumbuhan ekonomi yang dikejar, tapi yang lebih penting pemerataan," ia menekankan. Jika pemerintah masih tetap berpihak pada cara pengelolaan SDA yang kapitalistis, Said mengaku tak heran bila kerusakan tinggal menunggu waktu. (Kim/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya