Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
GERAK-gerik Jessica Kumala Wongso masih menjadi materi yang dibahas pada proses persidangan lanjutan kasus kematian Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9). Di sini terjadi pandangan kontradiktif antara saksi ahli dari jaksa penuntut umum (JPU) dan kuasa hukum terdakwa.
Dihadapan saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum Jessica, Hakim Anggota Binsar Gultom kembali mengulang rentetan kronologis beberapa saat sebelum Mirna terindikasi keracunan di Kafe Olivier, Jakarta Pusat.
"Menurut ahli, apakah sudah dapat dipastikan telah ada rencana terdakwa sebuah teori planned of behaviour dugaan berencana memasukan sianida ke kopi Mirna?," tanya Binsar di tengah sidang, Senin (19/9).
Saksi ahli psikolog Universitas Indonesia (UI) Dewi Taviana Walida Haroen menanggapi bahwa dirinya belum dapat menjawab pertanyaan tersebut. Menurutnya, dibutuhkan frame secara utuh dan lengkap untuk menarik kesimpulan. Disamping, informasi yang ia dapatkan sejauh ini belum penuh.
"Itu baru sebagian data untuk kita simpulkan sebagai plan behaviour. Kalau dari teori tadi, kita tidak bisa saat itu saja. Saya tidak dapat menjawab. Harus ada penelitian lebih jauh untuk ditarik kesimpulan," kata Dewi.
Atas jawaban itu, Binsar kembali mencecar dengan fakta bahwa Jessica datang ke kafe jauh lebih awal, menggeser duduk saat di meja 54 setelah memperhatikan CCTV, lalu menutup pandangan kamera dengan paper bag. Pertanyaan demikian mengacu, berdasarkan teori planned behaviour, pembunuhan berencana biasa dimulai dengan survei lokasi oleh pelaku.
Dikatakan Dewi, jika hanya melihat potongan rekaman CCTV kafe, gerak-gerik yang ditunjukan Jessica masih banyak memiliki arti. Contohnya saat paper bag ditaruh di atas meja 54.
"Bisa jadi itu karena takut kotor atau takut dicuri orang. Tidak bisa dinilai dari satu perbuatan saja," tuturnya. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved