Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Akademisi Soroti Framing Capres-Cawapres lewat Bahasa dan Kampanye

Media Indonesia
10/11/2023 21:45
Akademisi Soroti Framing Capres-Cawapres lewat Bahasa dan Kampanye
Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S Simandjuntak(Ist)

EKONOM dan Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S Simandjuntak berpendapat seorang calon baik capres-cawapres maupun wakil rakyat yang akan dipilih pada Pemilu 2024 bisa terungkap sinyal kepribadiannya dari bahasa-bahasa yang mereka ungkapkan dalam sebuah kampanye Pemilu.

Menurut Djisman, bahasa ialah pembeda utama antara manusia dan hewan. “Kita bisa menggunakan bahasa untuk menyembunyikan niat, mengungkapkan rasa murka, belas kasih, kagum, berandai-andai, dan lain-lain," ujar Djisman pada diskusi publik bertema Bahasa dan kampanye Pemilu yang digelar Universitas Prasetiya Mulya dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), di Jakarta, Kamis (9/11).

Baca juga: Kampanye Adalah: Metode, Tujuan, dan Cara Melakukan

Ikut hadir, sejumlah pemerhati bahasa antara lain Sastrawan dan Rektor IKJ 2016-2020 Seno Gumira Ajidarma, Dosen Desain Komunikasi Visual IKJ Iwan Gunawan, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia (UI) Prof Zeffry Alkatiri, dan Guru Besar Ilmu Marketing Universitas Prasetiya Mulya Prof Agus W Soehadi.

Djisman berpendapat umumnya kita sering terpengaruh dari bahasa yang dipakai seseorang. Seperti ketika zaman kolonial dulu, kalau Presiden Soekarno akan berpidato, banyak orang berbondong-bondong berkumpul, termasuk yang tidak dapat langsung mendengar bergegas mendekati radio dan dengan seksama mendengarkan.

Dari pidato itu, banyak orang bersemangat, bergairah memperjuangkan kemerdekaan. Maka, Djisman mengajak agar para pendengar dalam kampanye memperhatikan gaya bahasa yang dipergunakan capres-cawapres dan calon anggota legislatif (caleg) agar menemukan sesuatu yang berharga dari perbedaan-perbedaan mereka, demi bisa mendapatkan pertimbangan yang baik saat akan memilih mereka dalam Pemilu 2024 nanti.

Baca juga: Efektivitas Iklan Politik Capres di Media Massa

Sastrawan Seno Gumira Ajidarma menyampaikan masyarakat perlu kritis dalam membaca, mendengar, dan menyaksikan sebuah kampanye di media.

Menurut Seno, yang penting untuk disadari masyarakat dalam memahami sebuah kampanye pemilu adalah literasi bahwa apapun yang dilihat dan didengar dalam kampanye pemilu umumnya diterima melalui media.

Seno melanjutkan umumnya bahasa kampanye itu dapat dianalisa bila kita bersikap kritis. Kampanye baik dan buruk bisa dianalisis. Ada kampanye yang disajikan dengan gaya bahasa eufemisme atau menyerang secara halus.

“Itu boleh-boleh saja. Namun, terpenting bagi kita adalah membentengi diri dengan sikap kritis. Yang pertama yakni menyadari bahwa (berita dan isi kampanye) adalah konstruksi. Konstruksi bisa baik, bisa buruk."

"Dengan sikap kritis dan pengamatan seperti itu, dapat terhindar dari informasi-informasi tidak benar dan nyata sehingga kita tak mudah jadi korban kampanye yang buruk," pungkas Seno.

Baca juga: KPU Larang Peserta Pemilu Kampanye Pemilu 2024 di SMA

Guru Besar Ilmu Sejarah UI Prof Zeffry Alkatiri menambahkan akademisi turut berperan dalam hal kampanye pemilu yakni menyadarkan masyarakat bahwa semua yang dilakukan dalam kampanye adalah perebutan ruang-ruang framing.

"Tugas akademisi semestinya mengedukasi masyarakat mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dalam proses kampanye dan apa yang umumnya dibuat tim kampanye calon tertentu guna menciptakan framing-framing atau dulu dikenal sebagai propaganda yang bakal disampaikan kepada masyarakat," tutup Zeffry. (RO/S-2) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sidik Pramono
Berita Lainnya