SEJUMLAH kader Golkar yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kedua yang digelar Mahkamah Partai Golkar, kemarin, mengaku mendapat intimidasi dan praktik politik uang dalam Munas IX Golkar di Bali pada Desember 2014.
Salah satu saksi, Achamad Guasra, Bendahara DPD I Golkar Papua, mengaku kepada majelis mahkamah yang dipimpin Muladi, bahwa pihaknya menerima Rp50 juta. Uang itu diduga berasal dari Nurdin Halid, ketua Panitia Munas IX Golkar di Bali, guna memenangkan Aburizal Bakrie (Ical) sebagai Ketua Umum Golkar periode 2014-2019.
"Saya tahu dari wakil sekretaris bahwa uang Rp1,5 miliar sudah ditransfer ke rekening salah satu bendahara. Uang itu rencananya dibagikan kepada 30 DPD II di Papua, per DPD mendapatkan Rp50 juta." Awalnya, kata dia, ada janji pemberian uang Rp300 juta/DPD II. Namun, faktanya mereka baru menerima Rp50 juta.
Saksi lainnya, Ketua DPD II Kabupaten Simalungun, Sumut, Jender Sirait mengaku sempat dipecat karena dianggap tidak mengikuti perintah untuk mendukung Ical.
"Kita diminta menandatangani surat dukungan kepada Ical. Saya di-plt-kan pada 17 Desember sebelum munas karena tidak mau menandatangani surat tersebut," papar Jender.
Sementara itu, saksi Lamhot Sinaga, Wasekjen DPP Golkar menyatakan suasana di internal Golkar memanas jelang munas karena ada gerakan untuk mendukung Ical secara aklamasi.
"Buntutnya, pada 29 Agustus 2014, keluar surat pemberhentian beberapa pengurus, antara lain Yorrys Raweyai, Indra J Piliang, termasuk saya sendiri dari kepengurusan Golkar, tanpa rapat pleno," ucap Lamhot.
Sidang tersebut hanya dihadiri oleh pihak pemohon, yakni kubu Agung Laksono. Sementara itu, kubu Ical menyatakan akan hadir pada sidang ketiga, pekan depan.
Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi menyatakan apabila pekan depan pihak Ical tidak hadir, mahkamah tetap akan mengeluarkan putusan. (Pol/P-3)