DEWAN Perwakilan Rakyat resmi menyetujui RUU tentang Revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah untuk disahkan menjadi undang-undang.
Persetujuan tersebut disampaikan 10 fraksi DPR dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, kemarin.
Dari 13 poin yang disepakati, salah satunya mengatur pilkada hanya berlangsung satu putaran. Artinya, peraih suara terbanyak akan ditetapkan sebagai pemenang. Hal itu berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang mengatur ambang batas kemenangan 30% suara. Bila tidak ada pasangan yang mencapai 30%, pilkada akan berlangsung dua putaran.
Selain itu, syarat pengajuan pasangan calon, baik oleh parpol, gabungan parpol, maupun perseorangan, persentasenya ditingkatkan. Dalam UU Pilkada yang lama, calon harus didukung oleh parpol yang memiliki 20% kursi DPRD atau 25% suara sah pemilu legislatif. Sementara itu, untuk calon perseorangan harus didukung 6,5%-10% dari jumlah penduduk, tergantung jumlah penduduk di setiap daerah.
Selanjutnya, waktu pelaksanaan pilkada serentak akan dibagi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama berlangsung Desember 2015 bagi kepala daerah yang masa jabatannya berakhir 2015 dan semester pertama 2016. Gelombang kedua pada Februari 2017 untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir semester kedua 2016 dan 2017.
Gelombang ketiga, dilaksanakan Juni 2018 untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir 2018 dan 2019. Sementara itu, pilkada serentak secara nasional baru digelar pada 2027.
Substansi lain yang disetujui DPR ialah penyelesaian sengketa hasil pilkada kembali dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sampai terbentuknya badan khusus yang bertugas menangani sengketa pilkada. Badan itu diharapkan sudah mulai bekerja pada pilkada gelombang keempat 2020. Uji publik Salah satu materi yang dihilangkan dari UU Pilkada yang baru ialah ketentuan mengenai uji publik. Hal itu menuai keprihatian dari Perhimpinan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menilai uji publik menjadi poin krusial dalam pilkada. "Terutama dalam hal menciptakan demokratisasi rekrutmen calon kepala daerah oleh partai politik."
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pelaksanaan pilakda mulai tahun ini tidak menjadi masalah bagi pemerintah maupun KPU sebagai penyelenggara pilkada. "Pelaksanaannya oleh KPUD dan KPU pusat hanya mengkoordinasi. Anggaran pun sudah siap semua," jelas Tjahjo.
Dia menambahkan supaya agenda pilkada terselenggara dengan baik, diperlukan komitmen dari partai politik. "Perlu ada komitmen parpol dan gabungan parpol secara dini untuk disosialisasikan di daerah sehingga masyarakat punya pilihan politik," kata Tjahjo.
Sementara itu, komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan pihaknya akan segera menyusun kembali draf peraturan KPU (PKPU) sesuai dengan hasil revisi UU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) yang telah disetujui dalam rapat paripurna DPR. "Kita akan segera sesuaikan."(Ind/P-3)