Mahfud MD Jelaskan Alasan Pemerintah Bentuk Tim Non-Yudisial Kasus HAM

Indriyani Astuti
19/8/2022 09:11
Mahfud MD Jelaskan Alasan Pemerintah Bentuk Tim Non-Yudisial Kasus HAM
Menko Polhukam Mahfud MD(ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) angkat bicara mengenai Keputusan Presiden (Keppres) tentang Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Ia mengatakan pemerintah perlu mengambil tindakan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu selain jalur yudisial yang juga diupayakan. Mahfud beralasan penyelesaian jalur non-yudisial juga diamanatkan dalam Undang-Undang No.26/2000 tentang Pengadilan HAM.

“Dulu perintahnya penyelesaian HAM masa lalu melalui dua jalur yang yudisial dan non-yudisial. Yang non-yudisial itu bentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), kemudian UU KKR dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi,” terang Mahfud, melalui siaran pers, di Jakarta yang diterima Kamis (18/8) malam.

Jalur penyelesaian yudisial melalui pengadilan, terang dia, terus berjalan. Kasus yang sudah disidangkan antara lain kerusuhan di Timor Timur tahun 1999 melalui pengadilan HAM ad hoc. Adapun putusannya 34 orang terdakwa dinyatakan bebas. Pemerintah beralasan jaksa penuntut umum kalah di pengadilan karena bukti pendukung yang diberikan Komisi Nasional (Komnas) HAM tidak mampu meyakinkan hakim.

“Yang Timor Timur sudah diadili semua, 34 orang dibebaskan oleh Mahkamah Agung karena Komnas HAM tidak bisa melengkapi bukti-bukti untuk meyakinkan hakim. Sama dengan yang sekarang ini, masih ada 13 (kasus HAM berat) yang harus diselesaikan secara yudisial kita terus proses,” papar Mahfud.

Ia mengatakan persidangan kasus pelanggaran HAM di Paniai, Papua, sudah mulai dipersiapkan Agustus 2022. Namun, ada 13 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang perlu diselesaikan negara. Mahfud menyebut untuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi sebelum 2000, pemerintah menyerahkannya pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk diputuskan.

“Apa kata UU? seluruh pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 diputuskan oleh DPR. (Kasus) sesudah 2000 kita sudah mulai masuk (diproses),” ujar Mahfud.

Ia menyampaikan masalah teknis yuridis ketika Kejaksaan Agung membawa kasus-kasus tersebut ke pengadilan. Bukti yang disampaikan Komnas HAM dianggap belum lengkap oleh Kejaksaan Agung sehingga berkas penyidikan selalu dikembalikan pada Komnas HAM.

“Kejaksaan Agung selalu meminta Komnas HAM memperbaiki. Komnas HAM selalu merasa bukti sudah cukup. Padahal Kejaksaan Agung tuh kalah kalau tidak diperbaiki. Oleh sebab itu 34 orang bebas (kasus Timor Timur). Biar bolak-balik Kejaksaan agung, Komnas HAM dan DPR sampai menemukan formasi, kita buka jalur non-yudisial ini sebagai pengganti UU KKR,”papar Mahfud.

Opsi untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu melalui KKR, ujar Mahfud, tidak bisa dilakukan sebab undang-undangnya telah dibatalkan oleh MK. Oleh karena itu, negara membuat tim penyelesaian non-yudisial.

“Kalau KKR mau (dijadikan) undang-undang lagi, enggak jadi-jadi. Sementara kita harus segera berbuat,” tuturnya.

Pemerintah, tegas dia, menerima kritik terkait keberadaan Keppres tersebut. Ia menjanjikan penyelesaian kasus HAM masa lalu dilakukan secara terbuka. “Soal ada kritik, saya senang ada kritik, tidak apa-apa akan didengarkan serta dilaksanakan dan Anda boleh cek transparan kita ini. Masalah pelanggaran HAM berat kita selesaikan baik-baik,” tukasnya. (OL-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya