Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SEKRETARIS Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Imam Putuduh mengatakan pentingnya upaya orkestrasi dalam deteksi dini virus radikalisme.
"Harus ada kesatuan aksi, kesatuan komando, yang diorkestrasi, supaya bisa bergerak serempak. Jangan sampai masyarakat menjadi acuh tak acuh, tidak peduli, skeptis, apatisme terhadap isu-isu ini," kata Imam seperti dilansir Antara di Jakarta, Sabtu (26/3).
Ia melanjutkan perlu adanya wake-up alarm untuk membangunkan kepekaan seluruh komponen masyarakat untuk siap siaga, waspada terhadap ancaman radikalisme dan intoleransi yang merupakan benih awal dari tumbuh berkembangnya terorisme.
"Kita perlu wake-up alarm. Kalau masyarakat memiliki kewaspadaan dan kesiapsiagaan, maka ancaman radikalisme dan intoleransi pasti dapat diminimalisasi sejak dini. Karena masyarakat menjadi garda terdepan yang terintegrasi dengan aparat, terutama dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Nah itu baru namanya kerja bareng," jelas pria yang akrab disapa Gus Imam itu.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Wasekjen PBNU) periode 2015-2020 ini juga menuturkan bagaimana upaya efektif agar masyarakat memiliki resistensi terhadap doktrin radikalisme dan intoleransi yang disemai dan disebarkan secara omnichannel, online, dan offline channel.
Baca juga: 16 Terduga Teroris yang Ditangkap Sumbar Disebut Anggota NII
"Harus ada reunifikasi media-media, baik itu media muslim, media interfaith, media dakwah, dan media-media lainnya. Reunifikasi ini untuk kepentingan bagaimana menjaga kedaulatan PBNU (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Undang-Undang Dasar 1945)," tutur Gus Imam.
Pasalnya, dewasa ini sudah memasuki era borderless (tanpa batas) atau informasi tanpa batas, yang memungkinkan proses penanaman ideologi dari luar maupun dari dalam negeri, dari bangun tidur hingga terlelap lagi.
Untuk itu, menurutnya, reunifikasi media menjadi kata kunci utama dalam upaya membangun kesadaran bersama untuk melawan proses penanaman yang bertentangan dengan ideologi bangsa.
"Reunifikasi media menjadi kata kunci yang paling utama, konten mereka (kelompok radikal dan intoleran) itu diproduksi melalui film, animasi, musik , sport dan sebagainya. Hal ini yang sangat signifikan bergerak, tentunya harus di-counter (dilawan), jangan dibiarkan dan tidak boleh terlambat," jelasnya.
Sehingga masyarakat yang menjadi objek dari proses penanaman ideologi kelompok radikal terorisme kemudian diharapkan punya imunitas, dapat melakukan perlawanan dan sekaligus punya alternatif. (Ant/S-2)
PRESIDEN Prancis Emmanuel Macron baru-baru ini menuai kecaman dari umat muslim di dunia karena mengaitkan Islam dengan terorisme.
SELASA, 17 November lalu, dua anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur tewas di tangan Satuan Tugas Tinombala.
DI tengah aksi teror, warga selalu jadi korban. Di Sulawesi Tengah, yang terbaru ialah pembunuhan empat warga dan pembakaran enam rumah di lokasi transmigrasi Levono,
Wilayah Poso identik dengan serangkaian konflik yang berujung pada kericuhan.
TERORIS merupakan ancaman serius yang setiap saat dapat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara serta kepentingan nasional.
NAMANYA Muhammad Basri. Sehari-hari, ia dipanggil Bagong. Pria asal Poso, Sulawesi Tengah, itu juga dikenal sebagai tangan kanan Santoso
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved