Rakyat Berkehendak Pemerintah Antisipasi Korona di Pemilu 2024

Cahya Mulyana
27/1/2022 19:35
Rakyat Berkehendak Pemerintah Antisipasi Korona di Pemilu 2024
Simulasi penyederhanaan desain surat suara Pemilu 2024, di Denpasar, Bali, Kamis (2/12/2021).(ANTARA)

PENELITI Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita menilai publik meminta pemerintah mengantisipasi covid-19 lebih baik lagi di pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Hal itu terungkap dari hasil riset JPPR yang menggunakan metode analisis deskriptif dan metode kuantitatif melalui regresi logistik dengan pendekatan parameter estimate.

Lokus riset dilakukan di sembilan provinsi, 37 kota dan 224 kabupaten di Indonesia dengan total 1.768 responden. Rentang waktu yang digunakan 20 September 2021 hingga 28 September 2021 dengan menyebar kuisioner dengan kualifikasi responden adalah pemilih dan datang ke tempat pemungutan suara (TPS) saat Pilkada 2020.

"Regulasi dan kerangka hukum menjadi instrumen penting yang harus dikuatkan dalam persiapan penyelenggaraan pemilu ke depan," kata Nurlia pada webinar bertajuk Proyeksi Persiapan Tahapan Pemilu 2022 dan dan Rilis Hasil Riset Pemilu 2024, Kamis (27/1).

Ia mengatakan pelaksanaan pilkada serentak 2020 merupakan pemilihan pertama di Indonesia yang diselenggarakan dalam situasi pandemi covid-19. Hal ini tentu menjadi fenomena menarik untuk kemudian dilakukan analisis dengan objek analisis masyarakat sebagai pemilih.

Pasalnya, kata Nurlia, terdapat banyak aspek perubahan yang terjadi dalam penyesuaian pelaksanaan sesuai pesta demokrasi, khususnya dengan penerapan protokol kesehatan. Berkat dorongan masyarakat untuk pengetatan dan penggunaan protokol kesehatan selama Pilkada 2020 tingkat partisipasi pemilih mencapai 76,09%. Angka partisipasi itu bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan pelaksanaan pilkada sebelumnya.

"Masyarakat menunjukkan diri sebagai warga negara yang baik dalam pemilih meskipun di masa pandemi. Ini dibuktikan dengan tingkat kepuasan mereka pada penerapan protokol kesehatan yang mencapai 95,5%," paparnya.

Nurlia juga memaparkan berdasarkan hasil penelitian JPPR pemahaman masyarakat terhadap regulasi yang disampaikan oleh penyelenggara pemilu dan pemerintah mengenai penerapan protokol kesehatan hanya menyentuh angka 74%. Itu lebih rendah ketimbang tingkat kepuasan pada penerapan protokol kesehatan di TPS yang mencapai 95,5%.

Maka, lanjut dia, pada Pemilu 2024 yang tidak ada jaminan telah keluar dari pandemi virus korona, penyelenggara harus tetap membuat perencanaan matang. Jika penyelenggara pemilu menerapkan regulasi yang mengacu pada protokol kesehatan pada Pilkada 2020 diperlukan waktu yang cukup untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih.

"Juga regulasi tidak boleh diputuskan mepet dengan waktu tahapan seperti pada Pilkada 2020. Untuk Pemilu 2024 semua instrumen harus dipersiapkan lebih matang terkhusus pelaksanaan semua tahapan dengan kacamata dilaksanakan di tengah pandemi," ungkapnya.

Nurlia mengatakan KPU dituntut segera mengintensifkan koordinasi antarpara pihak penyelenggara berikut melakukan simulasi dengan melibatkan partisipasi masyarakat. KPU juga harus mampu merespon dengan efisien dan tepat terhadap waktu penyelenggaraan yang berimpitan.

"Selanjutnya Bawaslu perlu segera merumuskan pengawasan setiap tahapan yang berbasis pencegahan," tandas Nurlia.

Ia menyarankan proses pendaftaran partai politik hingga tahapan penetapan partai politik pada Agustus-Desember 2022 dan verifikasi faktual digelar secara daring. Itu agar lebih memaksimalkan pelaksanaan melalui teknologi informasi.

"Selain itu alternatif kedua dengan mekanisme hybrid. Sehingga akan lebih aman dari penularan virus korona," jelasnya. (P-2) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya