PENYATUAN pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) di tahun yang sama pada 2024 dinilai akan membebani tahapan penyelenggaraan pemilu. Tahapan menjadi semakin kompleks apabila nantinya pemilu presiden (pilpres) berlangsung selama 2 putaran.
"Yang tidak diperhitungkan saat pilkada di 2024 itu ada tahapan tahapan yang sangat beririsan. Kita harus tetap bisa memberi ruang terkait pilpres 2 putaran," ungkap Wakil Pimpinan Komisi II dari Fraksi Partai NasDem Saan Mustopa seusai mengikuti Focus Group Discussion (FGD) Urgensi RUU Pemilu yang diinisiasi Fraksi NasDem, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/2).
Menurut Saan, UU Pemilu yang saat ini masih berlaku mengharuskan calon presiden dan wakil presiden terpilih mengantongi dukungan 50+1 persen suara untuk bisa dinyatakan memenangi pemilu. Tidak menutup kemungkinan pada pemilu mendatang kontestasi pilpres akan diikuti lebih dari 2 pasang calon sehingga mengharuskan pilpres dilaksanakan 2 kali putaran.
"Nah kalau lebih dari 2 paslon potensi untuk dapat 50+1 kan susah. Ruang untuk itu perlu dibuka. Kalau ada 2 putaran Juli, sementara pilkada November atau Desember kita bisa bayangkan tingkat kerumitannya," ujar Saan.
Saan mengaku semua fraksi di Komisi II pada dasarnya sepakat bahwa perlu dilakukan revisi RUU Pemilu. Dinamika terjadi ketika pembahasan isu pelaksanaan pilkada serentak yang membuat seolah-olah pembahasan RUU Pemilu tertunda karena pilkada. NasDem sendiri dikatakan oleh Saan tengah membahas opsi-opsi pelaksanaan pilkada.
"Kalau nanti memang 2024, normalisasi 2022 2023, atau alternatif baru 2022 tidak ada pilkada sama sekali digabung ke 2023. Tinggal kita cari saja," cetus Saan.
Secara garis besar, Saan menuturkan bahwa pada prinsipnya NasDem tidak menolak pelaksanaan pilkada serentak. Namun, yang perlu diatur kembali ialah waktu pelaksanaan pilkada serentak yang paling ideal sehingga tidak mengurangi kualitas pelaksanaan pemilu. "Yang paling penting kan sikap kita itu pemilunya lebih berkualitas," ujar Saan.
Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas Ketua KPU Ilham Saputra mendorong revisi RUU Pemilu dapat mengatur penerapan teknologi dalam menunjang proses rekapitulasi secara elektronik. KPU menilai, teknologi baru berupa rekapitulasi elektronik yang dapat menghemat efisiensi anggaran operasional dan sosialisasi.
"Serta menghemat beban kerja petugas KPPS agar sistem pemilu nasional dapat diselenggarakan dengan baik," ujar Ilham.
Menurut Ilham, penerapan Sirekap pada Pilkada serentak 2020 dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengaturan penggunaan teknologi di pembahasan RUU Pemilu terkait rekapitulsi elektronik. Penerapan Sirekap pada Pilkada Serentak 2020 dinilai terbukti dapat mengurangi beban administrasi Pemilu dalam pengisisan formulir dan sertifikat hasil pada setiap tingkatan.
"Seluruh teknologi informasi yang digunakan oleh KPU pada penyelenggraan Pemilu 2019 Keberadaannya amat berarti dan keberadaannya perlu dioptimalisasi dan diatur di dalam RUU Pemilu," ungkapnya. (P-2)