Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PEMERINTAH memutuskan untuk menghentikan kegiatan dan membubarkan organisasi Front Pembela Islam (FPI). Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai keputusan itu menjadi hak pemerintah.
"Itu menjadi hak pemerintah dan negara untuk bisa membubarkan FPI dan organisasi lain jika dianggap melanggar undang-undang," ucapnya saat dihubungi, Rabu (30/12).
Baca juga: Politisi PDIP Dukung Pembubaran FPI
Menurutnya, pemerintah khawatir FPI akan menjadi besar dan mengganggu stabilitas negara. Ancaman gangguan stabilitas itu, imbuhnya, harus diselesaikan secara hukum. Ujang juga menilai organisasi FPI rentan ditunggangi kelompok lain seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah terlebih dulu dibubarkan.
"Secara politik, mungkin saja FPI bisa menjadi besar dan itu akan menjadi ancaman bagi pemerintah. Jika besar, maka akan mengganggu stabilitas dan rentan ditunggangi pihak atau kelompok lain seperti HTI," katanya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu mengatakan pelarangan terhadap FPI juga perlu menjadi evaluasi bagi pemerintah untuk menegakkan hukum secara adil. Pasalnya, FPI selama ini seolah dibiarkan bergerak sendiri dan melakukan pelanggaran.
"Pembubaran FPI juga harus menjadi evaluasi bagi pemerintah. Misalnya penegakkan hukum yang tak adil, membuat FPI bergerak sendiri lalu melanggar hukum. Kita negara hukum, maka kita harus taat pada hukum. Hukum yang berkeadilan bagi semua," ucapnya.
Ujang juga mengingatkan agar pembubaran FPI tersebut jangan sampai menjadi sentimen untuk mengecilkan pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah.
Menko Polhukam Mahfud MD siang tadi mengumumkan penghentian dan pelarangan kegiatan FPI. Mahfud menyatakan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 82/PUU XI/2013, FPI tak memiliki dasar hukum untuk menjalankan aktifitas.
"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak lagi memiliki legal standing baik sebagai ormas maupun organisasi biasa," ujar Mahfud MD.
Keputusan itu diambil lantaran dinilai banyak catatan pelanggaran antara lain kegiatan sweeping secara sepihak, razia, dan provokasi. Mahfud mengatakan FPI sejak Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas.
Namun, kata Mahfud, FPI tetap melakukan kegiatan yang melanggar ketertiban dan keamanan serta bertentangan dengan hukum. (OL-6)
PANGLIMA Kodam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman menjadi episentrum perhatian publik, kemarin.
Munarman rencananya akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Pertanyaan penyidik seputar percakapan antara Munarman ke salah salah satu tersangka yang sudah ditetapkan, yakni Supriadi.
Usai diperiksa, pengacara Munarman, Samsul Bahri, mengatakan kliennya dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik.
FPI menyebut setidaknya ada dua kebijakan Anies yang dianggap ramah dengan kemaksiatan yaitu penyelenggaraan Djakarta Warehouse Project dan pemberian penghargaan terhadap diskotek.
Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Bapak Anies Baswedan tidak cukup mampu mengubah secara fundamental kebijakan Pemprov DKI Jakarta
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved