Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Sejak Dulu sudah Mengambil Peran

Sri Utami
28/12/2020 01:25
Sejak Dulu sudah Mengambil Peran
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat.(Dok. MI/ADI MAULANA)

INDONESIA terus mendorong terwujudnya tatanan dunia yang damai dan harmoni. Mempererat kesatuan pandang untuk mencegah konflik di kawasan Asia Tenggara juga tak luput dari fokus pemerintah.

Indonesia tidak hanya berkiprah di kancah dunia, tetapi juga fokus membangun perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Contohnya menjaga kesatuan dan netralitas negara-negara yang tergabung dalam ASEAN.

Melihat peran aktif Indonesia dalam upaya perdamaian dunia serta bagaimana dengan penyelesaian konflik di dalam negeri, wartawan Media Indonesia berhasil mewawancarai Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat tentang hal tersebut. Berikut petikan wawancaranya.

 

Anda melihat peran aktif Indonesia dalam upaya perdamaian dunia seperti apa?

Kalau kita bicara tentang peran perdamaian dunia, ini sudah menjadi amanat undang-undang dalam Pembukaan Undang-Undang 1945, itu dasar kita ikut dalam mendamaikan perdamaian dunia.

 

Apakah hal ini menjadi bagian dari sejarah kita yang memang sudah berperan aktif dalam perdamaian dunia?

Sejak awal Indonesia merdeka sudah mengambil peran aktif. Sudah membuat garis sebagai bagian dari perjuangan kita. Jauh sebelum sekarang terlibat betul dalam perjuangan secara formal. Mengikuti kegiatan secara langsung dalam perdamaian dunia.

 

Artinya apakah publik telah menerapkan amanat UU Dasar 1945 khususnya dalam menjaga perdamaian dunia?

Sebagai warga negara telah mencatat terlibat secara aktif dalam berbagai diskusi baik sebagai pribadi maupun lembaga. Sampai hari ini aktif seperti Pak Jusuf Kalla. Dalam konteks Indonesia bukan hanya negara, warga negara sudah memahami peran dalam perdamaian dunia bagian perwujudan konsensus kebangsaan.

 

Apakah ini menjadi nilai-nilai kemanusiaan yang sebetulnya harus dipegang teguh?

Bukan hanya tugas tanggung jawab bernegara, melainkan juga soal kemanusiaan dan ajaran agama juga mengajarkan dan nilai kebangsaan. Kita berperan aktif. Seperti membangun rumah sakit di negara terdampak oleh konflik. Jadi, ini harus menjadi tanggung jawab bersama. Sebagai warga negara yang telah konkret melakukan seperti pembebasan 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf beberapa waktu lalu.

 

Meskipun pemerintah memegang prinsip bebas aktif dalam perdamaian dunia, beberapa pengamat menilai pemerintah lamban?

Saya tidak melihat itu. Sejak dulu Indonesia sudah mengambil peran. Ketika Indonesia masuk anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB selama dua tahun, ini bukti ada kepercayaan oleh dunia internasional. Kalau kita lamban, tidak mungkin kita terpilih.

 

Pada awal Desember Wamenlu Mahendra Siregar menekankan tiga poin utama untuk mencapai tata kelola institusi keamanan yang lebih efektif, profesional, dan akuntabel sebagai respons atas tantangan keamanan terkini dan mencegah terulangnya konflik. Seperti apa Anda melihat posisi Indonesia?

Dalam kondisi seperti sekarang ketika pemerintah mendapat kepercayaan di tengah pandemi, sejarah juga mencatat setelah terjadi konfl ik sosial yang mengarah ke perang dunia lalu revolusi industri, gagap pada waktu itu. Yang dilakukan pemerintah sudah tepat sekali dan yang sekarang harus diperhatikan, yakni bagaimana ada tata kelola yang lebih efektif. Ini respons yang cukup baik belajar dari sejarah yang pernah terjadi.

Ini pemikiran yang fundamental pemerintah dalam pengupayaan perdamaian dunia.

 

Bagaimana dengan penyelesaian konflik di dalam negeri, apakah konsep dialogis bisa diterapkan?

Dialog juga bagian yang terpenting. Tetapi, dalam konflik di Indonesia kita harus memisahkan seperti Aceh merdeka yang sekarang sudah selesai. Sekarang yang terjadi beberapa bahaya seperti di Poso. Masalah yang terjadi karena dimensi yang lain lebih kepada turunnya nilai-nilai toleransi.

Kita tidak boleh menutup mata dengan kejadian 25 tahun belakangan ini. Krisis multidimensi yang muaranya dari turunnya sikap toleransi. Ini harus diselesaikan kembali dengan menekankan pentingnya warga negara untuk memahami konsensus kebangsaan, UU dan Pancasila. Ini harus dikembalikan. Menutup pintu dengan berbagai ideologi yang tidak sesuai dengan kita. (Sru/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya