Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Jaringan Gusdurian Keluarkan 9 Rekomendasi untuk Indonesia

Furqon Ulya Himawan
16/12/2020 22:04
Jaringan Gusdurian Keluarkan 9 Rekomendasi untuk Indonesia
Alissa Wahid(MI/ADAM DWI )

Jaringan Gusdurian mengeluarkan 9 rekomendasi hasil dari Temu Nasional yang digelar di Yogyakarta. Salah satunya mereka mendorong pemerintah dan DPR RI untuk segera membahas sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berkontribusi pada pemajuan HAM seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan segera menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM masa lalu demi terwujudnya masyarakat dan bangsa Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

Tunas Jaringan Gusdurian yang digelar secara daring sejak Senin (7/12) dan berakhir pada Rabu (16/12), membahas sejumlah isu dengan sejumlah pakar, mulai dari isu politik, hukum, sosial-budaya, pendididikan, dan ekonomi, guna melanjutkan perjuangan Gus Dur, yakni terwujudnya masyarakat dan bangsa Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera,

“Maka Jaringan GUSDURian memandang perlunya merefleksikan situasi yang kita hadapi saat ini  sekaligus menyusun langkah-langkah respons terhadap situasi-situasi tersebut,” kata Savic Ali, salah satu aktivis Jaringan Gusdurian yang hadir dalam Jumpa Pers pembacaan rekomendasi hasil Tunas Gusdurian, Rabu (16/12), secara daring.

Menurut Savic, hasil Tunas Jaringan Gusdruian menyoroti praktik politik yang terjadi saat ini yang lebih berorientasi pada kekuasaan, korup dan transaksional, sehingga tidak sesuai dengan prinsip kepemimpinan publik yang ditekankan Gus Dur yakni tasharruful imam ala ra’iyyah manuthun bilmaslahah, atau kebijakan pemimpin yang harus berorientasi pada kemaslahatan rakyat.

“Praktik bernegara kita masih melanggengkan diskriminasi yang terlembagakan melalui regulasi, terutama terhadap kelompok minoritas,” katanya.

Menguatnya eksklusivisme beragama di masyarakat dan aparatur negara, juga menjadi sorotan, terutama di dunia pendidikan. Hal itu, lanjut Savic, menyebabkan maraknya praktik intoleransi dan konflik sosial berbasis sentimen keagamaan. Dan hal itu diperburuk dengan penegakan hukum yang seolah tumpul di hadapan kelompok oligarkh, tapi runcing bagi kelompok rakyat lemah.

“Politik Hukum yang terjadi akhir-akhir ini, sebagaimana penyusunan UU Minerba dan UU Cipta Kerja, mencerminkan pembuat kebijakan lebih pro investasi dan pemilik modal serta mengabaikan hak-hak rakyat,” kata Savic.

Dalam ranah HAM, lanjut Savic, Jaringan Gusdurian menyoroti masih terjadi berbagai pelanggaran seperti diskriminasi dan rasisme disertai aksi kekerasan antarkelompok masyarakat maupun aparat keamanan, pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, perampasan tanah untuk pembangunan infrastruktur, serta masih lemahnya perlindungan hak bagi kelompok rentan, seperti perempuan, penyandang disabilitas, dan buruh migran.

Dari berbagai persoalan yang ada, Tunas 2020 Jaringan Gusdurian mengeluarkan 9 rekomendasi untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.

“Menegakkan kembali prinsip negara yang melindungi semua warganya, tanpa memandang perbedaan agama, suku, dan ras serta mempraktikkan nilai kesetaraan bagi semua warga negara dalam praktik  bernegara sesuai dengan konstitusi,” kata Alissa Wahid, Koordinator Jaringan Gusdurian, membacakan isi rekomendasi Tunas Jaringan Gusdurian.

Rekemondasi kedua, lanjut Alissa, perlu memperkuat politik kewargaan dan mengawal terbukanya kembali diskursus tentang negara dan kewargaan. Masyarakat sipil perlu memperkuat basis sosial untuk menguatkan kontrol terhadap kekuasaan, agar struktur relasi dengan negara lebih transformatif sehingga posisi masyarakat sipil tidak semakin terkooptasi oleh negara.

“Ketiga, pemerintah dan DPR RI perlu mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif pada pemajuan HAM seperti RUU Perubahan UU ITE, RUU PPRT, RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU PKS dan RUU Perubahan UU HAM,” kata Alissa.

Dalam rekomendasi ketiga, lanjut Alissa, pemerintah dan DPR RI juga harus melakukan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan memperkuat Lembaga Nasional HAM, seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI. Dan Jaringan Gusdurian mengajak masyarakat untuk membangun sistem kontrol jalannya pemerintahan baik pusat dan daerah, sehingga kebijakan-kebijakan yang ada melindungi mereka yang lemah atau dilemahkan dan inklusif.

Keempat, perlu adanya pembaharuan paradigma pendidikan terkait arah dan pengelolaan hingga perbaikan kultur lembaga dalam kolaborasinya dengan masyarakat. “Ini perlu dilakukan agar sistem pendidikan Indonesia tidak lagi terdikte oleh kepentingan politik ekonomi global, melainkan konsisten pada dasar Pancasila, UUD 1945, nilai-nilai agama, dan budaya lokal untuk masa depan bangsa Indonesia yang sejahtera, damai, adil, dan beradab,” kata Alissa.

Kelima, lanjut Alissa, perlu mensosialisasikan pandangan Pribumisasi Islam tentang manusia sebagai subjek dan objek dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Karena konsep Pribumisasi Islam bisa sebagai metodologi pemikiran dan strategi gerakan sosial masyarakat untuk mewujudkan Indonesia berketuhanan, berkemanusiaan, bermartabat, dan berkeadilan. “Tapi ini untuk yang beragama Islam,” jelas Aliisa.

Keenam, Jaringan Gudurian, lanjut Alissa, melihat eksploitasi sumber daya alam telah mengakibatkan berbagai bencana yang berdampak pada banyak aspek kehidupan masyarakat. Apalagi saat ini dunia sedang menghadapi krisis global perubahan iklim yang disebabkan kenaikan emisi gas rumah kaca yang di antaranya disebabkan karena eksploitasi sumber daya alam dan konsumsi energi kotor seperti batu bara. “Sehingga perlu dilakukan percepatan transisi energi bersih di Indonesia,” kata Alissa.

Ketujuh, Tunas Jaringan Gusdurian melihat perlunya membangun paradigma ekonomi yang berkelanjutan dan berbasis pada nilai kemanusiaan dan keadilan lingkungan. Karena selama ini paradigma pembangunan lebih menekankan pada aspek pertumbuhan ekonomi yang hanya melayani kepentingan investasi tanpa mengindahkan aspek keadilan dan pemerataan, sehingga mengakibatkan eksploitasi besar-besaran atas sumber daya alam dan melahirkan ketidakadilan lingkungan (environmental injustice).

Kedelapan, lanjut Alissa, pemerintah perlu memperkuat ekonomi dan keuangan bagi kelompok lemah dengan mendorong kemudahan akses fasilitas-perkreditan-permodalan bagi UMKM. Pemerintah juga perlu melakukan upaya serius untuk memangkas ketimpangan ekonomi dan meningkatkan kemampuan daya beli rakyat.

“Pemerintah perlu memperkuat kebijakan untuk melindungi dan menumbuhkan sektor pertanian pangan, dan kelautan, serta mengembangkan perekonomian kreatif yang memfasilitasi rantai produksi dan distribusi perekonomian nasional,” kata Aliisa.

Rekomendasi yang kesembilan, lanjut Alissa, seluruh elemen bangsa harus menjadikan perempuan, anak, dan keluarga sebagai isu penting yang harus direspons dengan serius dan menjadikannya sebagai perspektif yang inheren dalam semua isu kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. “Perempuan, anak, dan keluarga harus diposisikan sebagai subjek dan aktor perubahan sosial. Perlu juga melakukan gerakan literasi kontekstual dan hukum agar masyarakat memiliki daya kritis dan mampu menghadapi persoalan hukum yang berkaitan dengan isu tersebut,” kata Alissa.

Selain menyampaikan 9 Rekomendasi Tunas Jaringan Gusdurian, Alissa juga mengajak segenap komponen bangsa untuk bersama-sama berjuang demi tegaknya keadilan untuk Indonesia sejahtera, damai, dan beradab.

“Sebagaimana disampaikan Gus Dur: Perdamaian tanpa Keadilan adalah Ilusi,” pungkas Alissa. (FU/OL-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya