Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan masalah mebebasan beragama masih menjadi pekerjaan rumah yang belum bisa diatasi pemerintah selama 2020 ini. Selama satu tahun terakhir, kebebasan beragama dan beribadah dinilai belum sepenuhnya mendapat perlindungan pemerintah.
"Di lapangan yang terjadi diskriminasi secara horizontal. Satu kelompok masyarakat membatasi aktivitas keagamaan kelompok masyarakat lainnya. Padahal negara memiliki tanggung jawab melindungi warga negara melakukan aktivitas keagamaan," kata Staf Divisi Riset dan Dokumentasi Kontras Danu Pratama dalam peluncuran Catatan Hari HAM 2020 yang digelar daring, Kamis (10/12).
Berdasarkan pemantauan, Kontras menemukan sedikitnya 48 peristiwa pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan beribadah yang tersebar di 17 provinsi. Paling banyak terjadi di Jawa Barat dengan 10 kasus, disusul Jawa Timur 7 kasus, Jawa Tengah 6 kasus, dan Sulawesi Selatan 5 kasus.
Dari keseluruhan peristiwa itu, mayoritas pelaku yang secara aktif melakukan pelanggaran hak atas beragama dan beribadah yakni kelompok masyarakat sipil yang berada naungan ormas maupun perkumpulan warga setempat.
Baca juga :Presiden Tugaskan Menko Polhukam Tuntaskan Kasus HAM Masa Lalu
Kontras mencatat dalam beberapa kasus terdapat pembiaran dari aparat. Dalam beberapa peristiwa, pemerintah juga dinilai memosisikan diri di tengah namun justru seakan mebiarkan pelanggaran terjadi.
Salah satu contoh ialah peristiwa penyegelan terhadap makam tokoh Sunda Wiwitan di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Dalam peristiwa itu, Pemkab Kuningan menyegel pembangunan makam dengan alasan tidak adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Danu mengatakan dalam kasus itu pihak Sunda Wiwitan sudah mengurus IMB tersebut namun tidak dikabulkan Bupati Kuningan menyatakan salah satu alasan tidak diterbitkannya IMB lantaran penolakan dari ormas keagamaan, meski kemudian segel akhirnya dibuka dan pembangunan makam bisa dilanjutkan.
Kontras menyatakan pemerintah seharusnya lebih berpihak kepada minoritas. Pemerintah diminta memosisikan diri untuk kelompok yang lemah dengan kebijakan afirmasi.
"Pemerintah seharusnya memosisikan diri berpihak kepada kelompok yang lemah atau minoritas. Peristiwa penyegelan makam sesepuh di kelompok Sunda Wiwitan, misalnya, pemerintah justru meligitimasi kekerasan yang terjadi secara horizontal. Ini adalah pemosisian yang keliru sehingga meligitimasi pelanggaran HAM terhadap minoritas," ucapnya. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved