Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
JELANG berakhirnya masa jabatan Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Mohammad Saleh pada Mei mendatang, MA berencana memilih pengganti Saleh pada 14 April 2016. Ketua MA Hatta Ali pada pidatonya usai melantik 32 Ketua Pengadilan Tinggi menyatakan pemilihan Wakil Ketua tersebut merupakan pesta demokrasi ala MA sehingga proses pemilihan menjadi urusan MA.
Hatta menambahkan, pemilihan tersebut bukanlah seperti pilkada sehingga tidak perlu adanya sosialisasi dari para calon. Pasalnya, jika terdapat sosialisasi calon, menurutnya akan menunjukkan jika para hakim agung berambisi menduduki jabatan pimpinan MA, hal yang ia sebut tak pernah terjadi selama ia menjadi hakim agung. Proses pemilihan pun, sesuai dengan tata cara MA dimana calon terpilih harus mendapat suara 50%+1 dari para hakim agung yang saat ini berjumlah 53 orang.
“Justru ini menunjukkan para hakim agung tidak punya ambisi yang terlalu besar,” ujar Hatta di ruang Kusumah Atmadja MA Jakarta, kamis (24/3).
Lebih lanjut, kata Hatta, sosialisasi hanya diperlukan saat calon dan pemilih tidak saling kenal satu sama lain. Hal itu berbeda dengan di MA, Hatta mengklaim para hakim agung sudah saling mengenal sehingga tidak perlu dilakukan sosialisasi visi dan misi. Pun visi misi tidak diperlukan karena MA telah mempunyai cetak biru badan peradilan yang merupakan visi dan misi seluruh hakim agung hingga pimpinan.
“Kita semua sudah saling kenal, mulai dari A sampai Z. Visi misi sudah ada di dalam blue print, tidak perlu visi misi lain,” cetusnya.
Ia pun menjamin tidak ada permainan dan politik uang dalam pemilihan nantinya, ia menyebut isu tidak transparannya pemilihan Wakil Ketua dengan isu politik uang hanya mengada-ada dan fitnah belaka.
“Kita semua wajib untuk menjaganya, agar tidak ada permainan yang tidak baik, curang. Saya pastikan pemilihan ini pasti bebas campur tangan dan permainan yang tidak sehat,” tukasnya.
Ia meminta seluruh pihak termasuk internal MA dalam hal ini hakim agung untuk tidak mencoba-coba perubahan tata cara pemilihan karena pemilihan Wakil Ketua merupakan pemilihan dari MA oleh MA sendiri.
“Jangan coba otak atik ketentuan peraturan UU yang sudah mapan,” pungkas Hatta.
Sebelumnya Hakim Agung Gayus Lumbuun menekankan pemilihan pejabat MA itu harus dilakukan secara transparan, terbuka, dan memperhatikan rekam jejak. Menurut Gayus, agar dapat memilih calon yang tepat, persiapan pemilihan mesti dilakukan lebih awal. Dengan demikian, para hakim agung memiliki waktu yang memadai dalam mempelajari rekam jejak sang calon.
Gayus berharap proses pemilihan juga melibatkan Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), DPR, BPK, dan masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, namun permintaan ini dimentahkan Hatta Ali yang menyebut pemilihan Wakil Ketua hanya bersifat langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil, tidak ada kata umum dalam kamus MA.
Adapun Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sangat berharap MA bersih dalam proses rekrutmen Wakil Ketua MA. Tujuannya agar MA secara lembaga mampu menjadi peradilan yang melahirkan putusan adil, jujur, dan berintegritas.
KPK, kata Saut ingin MA menjadi role model peradilan yang bersih dengan diawali proses pemilihan Wakil Ketua MA.
"Model apa pun seleksi-nya, yang utama ialah bagaimana track record, karakter, dan integritas mereka. Sebab siapa pun mereka yang terpilih, tidak akan bisa optimal jika ekosistem mereka sudah tercemar secara berkelanjutan," imbuh Saut.
Ia menambahkan sistem di MA harus mampu melahirkan budaya bersih supaya kinerja peradilan sesuai harapan. Jangan sampai lembaga peradilan tidak berbudaya, tidak transparan, mengabaikan integritas, dan lemah karakter. (X-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved