Headline

Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.

Ingat-Ingat, Potensi Kekeliruan Pelibatan TNI Tangani Terorisme

Cahya Mulyana
17/11/2020 16:40
Ingat-Ingat, Potensi Kekeliruan Pelibatan TNI Tangani Terorisme
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara(MI/M IRFAN)

RANCANGAN Peraturan Presiden (Raperpres) mengenai pelibatan TNI dalam penanganan aksi terorisme masih mengandung tumpang-tindih aturan. Independensi dan akuntabilitas kurang diperhatikan sehingga pemerintah perlu meninjau ulang bakal regulasi ini.

"Raperpres ini diharapkan tidak bertentangan dan tumpang-tindih serta merusak hukum sehingga laik ditunda pembahasan untuk ditinjau ulang," kata Wakil Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Feri Kusuma pada webinar bertajuk Pelibatan TNI dalam Kontra Terorisme, Selasa (17/11).

Menurut Feri, masyarakat sipil telah memberikan sejumlah catatan terhadap Raperpres ini. Landasannya mengacu pada pengalaman dan bertujuan supaya regulasi tersebut tidak memicu persoalan baru.

Ia mencontohkan, Pasal 2 dalam Raperpres itu berisi tiga kewenangan atau fungsi TNI dalam penanggulangan terorisme. Pertama, TNI diberikan tugas dalam penangkalan, penindakan, dan pemulihan.

Seluruh fungsi itu melekat di TNI namun tidak bisa digunakan untuk setiap operasi atau tugas. Ketiga kewenangan itu juga tidak tepat lagi diterapkan secara bersamaan di era pascareformasi.

"Seperti tugas penangkalan semestinya digunakan dalam fungsi internal tentara seperti penguatan kapasitas. Ketika tiga fungsi itu diadopsi dalam Perpres ini maka akan bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme yang pendekatannya pidana bukan perang dan bertentangan dengan reformasi TNI," papar Feri.

Fungsi TNI mengenai penangkalan sama dengan pencegahan yang secara tugas telah diamanatkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan kepolisian. Pemulihan yang menjadi kewenangan TNI dalam raperpres itu juga tidak tepat karena sudah ada institusi lain yang menanganinya.

"Saya hanya setuju TNI dilibatkan dalam fungsi penindakan namun tentu harus dijelaskan secara rinci. Itu menyangkut kapan, di mana dan dalam kondisi seperti apa TNI dilibatkan menangani terorisme," ungkapnya.

Hal lain dalam Raperpres itu disebutkan pengerahan pasukan atas perintah presiden. Seharusnya keputusan tersebut mengikuti UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mensyaratkan pengerahan pasukan berdasarkan keputusan politik atau presiden dengan DPR.

Selanjutnya, soal anggaran yang termaktub dalam Pasal 14 Raperpres bahwa TNI terdapat anggaran dari selain APBN yakni APBD dan sumber lain. Padahal UU TNI sudah menegaskan sumber dana untuk semua tugas hanya berasal dari APBN.

"Ketika dalam Raperpres ini memberi ruang sumber anggaran dari APBD maka akan membebani daerah. Kemudian sumber selain APBD dan APBN itu berpotensi menggerus transparansi dan akuntabilitas," papar Feri.

Ia pun mengusulkan supaya pasal tersebut tetap mengacu pada UU TNI yakni semua anggaran untuk TNI tetap dari APBN. "Dua hal itu yang saya soroti dalam Raperpres yang dasarnya bukan karena sejarah, kebencian atau ketidaksukaan kepada TNI tapi lebih ingin memastikan aturan atau instrumen hukum lahir dan dijalankan sesuai semangat reformasi," terangnya.

Penanganan terorisme ini harus dipastikan taat hukum, tidak tumpang-tindih aturan dan menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM). Maka bukan hanya Raperpres perlu dikaji ulang juga mengevaluasi kepolisian yang selama ini bertugas menindak terorisme.

"Jadi penanggulangan terorisme ini bukan sebatas untuk melindungi warga namun juga patut berlandaskan HAM," pungkas Feri.

Pada kesempatan sama Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menambahkan pelibatan TNI dalam menanggani aksi terorisme tidak boleh bertentangan dengan supermasi sipil yang sudah dibangun sejak 1988.

Komnas HAM telah menyampaikan kritik dan rekomendasi kepada presiden untuk memperbaiki Raperpres ini. Bunyinya tidak jauh dengan yang disuarakan masyarakat sipil.

"Juga seharusnya pelibatan TNI ini hanya bersifat ad hoc. Kemudian sumber dana tetap dari APBN untuk menjaga independensi TNI," ujarnya.

Komnas HAM meminta Presiden menarik Raperpres dari proses pembahasan dengan DPR hingga dilakukan perbaikan sesuai masukan dan berdasarkan prinsip negara hukum dan norma HAM. "Juga memastikan Raperpres berlandaskan pada criminal justice system," pungkasnya. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya