KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI mencatat selama 20 hari pertama masa kampanye hanya 4% dari 3.471 kegiatan memanfaatkan media daring. Itu dinilai DPR akibat kesenjangan infrastruktur telekomunikasi.
"Memang harus diakui sarana daring tidak untuk semua daerah bisa berjalan lancar karena jaringan yang tidak merata. Di samping itu menyangkut kuota internet dari konstituen yang harus tersedia dan cukup (untuk kampanye virtual)," kata anggota Komisi II DPR RI Junimart Girsang kepada Media Indonesia, Jumat (16/10).
Pasangan calon kepala daerah memang diberi keleluasaan untuk berkampanye. Metode tatap muka masih diperbolehkan dengan maksimal dihadiri 50 peserta dan menjalankan protokol kesehatan.
Kemudian, para kandidat juga bisa memanfaatkan media sosial dan tatap muka tidak langsung atau secara daring. Seluruh ketentuan itu diperbolehkan sesuai Peraturan KPU (PKPU) serta Peraturan Bawaslu.
Meski demikian, menurut Junimart, kampanye di tengah pandemi covid-19 lebih aman lewat sarana telekomunikasi. Namun sayangnya, hal itu masih dinilai tidak efektif oleh mayoritas kandidat terlebih prasarananya masih terbatas.
"Ini menjadi kendala sehingga kampanye (virtual atau daring) dirasa tidak efektif," pungkasnya.
Berdasarkan laporan monitoring kampanye oleh KPU RI per 13 Oktober. Sebanyak 3.471 kegiatan kampanye telah berlangsung sejak 26 September di 270 daerah yang menggelar pilkada 2020.
Dari jumlah kegiatan tersebut, hanya 212 atau 4% kegiatan kampanye berbasis virtual atau daring. Sebanyak 3.259 atau 96% kegiatan kampanye dilakukan secara offline atau tatap muka.
Kemudian, ada 3.462 atau 99,7% dari total kegiatan kampanye berlangsung dengan memperhatikan protokol kesehatan. Sisanya, atau 9 kegiatan tatap muka terjadi dengan mengindahkan ketentuan yang berlaku. (P-2)