Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
BADAN Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai perlu ada sanksi diskualifikasi bagi calon kepala daerah yang terbukti melakukan praktik politik uang. Usul itu diharapkan masuk revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
"Kami mengusulkan tidak harus pidana, tapi bisa berupa sanksi diskualifikasi," kata komisioner Bawaslu Endang Wihdatiningtyas seusai menghadiri acara Bawaslu DIY Award 2016, di Yogyakarta, kemarin.
Menurut Endang, sanksi diskualifikasi dirasa lebih efektif dan menakutkan bagi setiap calon kepala daerah daripada sekadar sanksi pidana. "Orang kalau mau jadi pemimpin yang ditakutkan kan justru itu," tegasnya.
Endang mengungkapkan usul tersebut telah dikoordinasikan bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, serta Kementerian Dalam Negeri. "Selain lewat pintu pemerintah, kami langsung melalui Komisi II DPR untuk mengusulkan sanksi diskualifikasi itu."
Di kesempatan terpisah, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan revisi UU Pilkada akan mulai dibahas dengan DPR pada April mendatang. Draf revisi pun belum disampaikan ke DPR karena masih terdapat beberapa poin yang perlu diharmonisasi
.
Hal senada diutarakan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono. Kendati mundur dari target semula, yakni Maret, ia meyakini tahapan pilkada tidak akan terhambat. "Jalan saja karena baru tahapan awal, kan," ujarnya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta pemerintah dan DPR memperhatikan kepastian waktu bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan tahapan pilkada.
Jika memperhatikan waktu reses DPR dan dinamika yang ada di dalam fraksi-fraksi, ia mengkhawatirkan pembahasan revisi UU Pilkada nantinya tidak akan maksimal dan molor. Akibatnya, perubahan-perubahan dalam UU Pilkada tidak semua bisa diakomodasi KPU dalam menyiapkan pilkada.
"Yang sekarang terjadi ialah pemerintah dan DPR cenderung berlarut-larut merevisi UU Pilkada," imbuh Titi ketika dihubungi, kemarin. (Nur/Ant/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved