Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik soal sandi-sandi anggaran dalam kasus penjualan dan pemasaran fiktif di PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Temuan sandi anggaran tersebut dikonfirmasi penyidik saat memeriksa enam saksi dalam lanjutan penyidikan dugaan korupsi di PT DI.
"Penyidik memeriksa enam saksi dan mengkonfirmasi terkait dengan penganggaran mitra penjualan yang diduga dimasukkan dalam sandi-sandi anggaran. Kemudian anggaran tersebut dibayarkan kepada para mitra padahal penjualan dan pemasaran produk PT DI tersebut diduga fiktif," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (8/7) malam.
baca juga: Kasus PTDI, KPK Sita Properti dan Uang Rp18,6 M
Dalam kasus dugaan korupsi penjualan dan pemasaran di PT DI 2007-2017 itu, KPK hingga kini mengumumkan dua tersangka yakni mantan Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zailani.
Enam orang yang diperiksa KPK yakni Budiman Saleh selaku mantan Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI, Dedi Turmono selaku mantan Manajer Keuangan Teknologi dan Pengembangan PT DI, Muhammad Fikri selaku mantan Kepala Divisi Perbendaharaan PT DI.
Kemudian, ada nama Djajang Tarjuki selaku Divisi Sales Direktorat Niaga PT DI, dan Dani Rusmana selaku mantan Supervisor Perencanaan dan Strategi Pemasaran PT DI. Satu saksi lainnya yakni Andi Sukandi selaku Sales Manager PT Abadi Sentosa Perkasa.
PT Abadi Sentosa Perkasa tercatat merupakan salah satu mitra PT DI yang mendapat kontrak. Perusahaan lain yang dikontrak PT DI ialah PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
KPK menduga seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban terkait penjualan dan pemasaran produk PT DI yang antara lain berupa pesawat terbang, helikopter, dan lainnya.
KPK juga mencatat setelah perusahaan mitra tersebut menerima pembayaran dari PT DI, sebagian uang diduga masuk ke kantong pribadi direksi. KPK menyebut terdapat permintaan uang melalui transfer dan tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima direksi PT DI yakni Budi Santoso, Irzal Rinaldi, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.
Kasus tersebut bermula pada awal 2008, tersangka Budi Santoso dan Irzal Rinaldi menggelar rapat bersama-sama dengan direksi lain yakni Budi Wuraskito (Direktur Aircraft Integration PT DI), Budiman Saleh (Direktur Aerostructure PT DI), dan Arie Wibowo (Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI).
Mereka menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT DI. Selanjutnya, tersangka Budi Santoso diduga mengarahkan untuk membuat kontrak kerja sama mitra/keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. KPK mensinyalir sebelum dibuat kontrak kerja sama, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada Kementerian BUMN selaku pemegang saham.
Setelah beberapa kali dilakukan pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung. Dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT DI, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
KPK mensinyalir penjualan dan pemasaran fiktif itu diduga untuk menutupi kebutuhan dana PT DI demi mendapatkan pekerjaan di kementerian, termasuk biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan. Kasus itu diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta. (OL-8)
Pria yang kerap disapa Eddy itu juga menepis anggapan bahwa klausul tersebut tidak berpihak pada pemberantasan korupsi.
Pemerintah dan DPR seharusnya melibatkan peran aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam merumuskan RUU KUHAP
Budi mengatakan, lahan sawit itu masih beroperasi selama enam bulan pascadisita KPK. Total, Rp3 miliar keuntungan didapat dari kegiatan sawit di sana, dan kini disita penydiik.
Pencegahan kepada saksi dilakukan agar mudah dipanggil, saat keterangannya dibutuhkan penyidik.
KPK berharap mereka berdua memenuhi panggilan penyidik.
Dua saksi itu yakni Notaris dan PPAT Musa Daulae, dan pengelola kebun sawit Maskur Halomoan Daulay.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved