Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
KEJAKSAAN Agung telah mengembalikan berkas penyelidikan kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Paniai, Papua, ke Komisi Nasional (Komnas) HAM. Berkas dinilai belum memenuhi syarat formal dan materiel untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.
"Karenanya berkas hasil penyelidikan tersebut dinyatakan belum cukup bukti memenuhi unsur pelanggaran HAM berat," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, kemarin, seperti dikutip Medcom.id.
Hari mengatakan kekurangan cukup signifikan ada pada aspek materiel. Korps Adhayksa menilai seluruh unsur Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang akan disangkakan belum terpenuhi.
Kejagung telah memberikan sejumlah petunjuk kepada Komisi Nasional (Komnas) HAM selaku penyelidik kasus Paniai. Komnas HAM punya waktu 30 hari untuk melengkapi berkas sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
"Kemudian mengembalikan berkas penyeledikan kembali kepada Jaksa Agung (ST Burhanuddin) selaku penyidik pelanggaran HAM berat," ucap Hari.
Pada 3 Februari 2020, rapat paripurna khusus Komnas HAM memutuskan peristiwa Paniai sebagai pelanggaran HAM berat. Komnas HAM kemudian menyerahkan berkas penyelidikan peristiwa Paniai ke Kejaksaan Agung pada Selasa, 11 Februari 2020.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menjelaskan peristiwa kekerasan terhadap penduduk sipil menyebabkan empat orang berusia 17-18 tahun meninggal akibat luka tembak dan luka tusuk. Sebanyak 21 orang lain mengalami luka akibat penganiayaan.
"Peristiwa ini tidak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan atas penanganan daerah rawan tersebut," ujar Taufan.
Taufan menjelaskan keputusan rapat paripurna khusus tersebut berdasarkan hasil pendalaman tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai. Tim ad hoc bekerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sejak 2015 hingga 2020.
Kejahatan kemanusiaan
Ketua tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat, M Choirul Anam, mengatakan peristiwa kekerasan di Paniai memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan dengan adanya tindakan pembunuhan dan penganiayaan.
"Sistematis atau meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kerangka kejahatan kemanusiaan sebagai prasyarat utama terpenuhi," terang dia.
Tim ad hoc telah memeriksa 26 saksi, meninjau dan memeriksa tempat kejadian perkara (TKP) di Enarotali, Kabupaten Paniai, memeriksa berbagai dokumen, serta diskusi ahli.
Kesimpulan dari penyelidikan tersebut ialah anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa itu, baik dalam struktur komando Kodam XVII/Cen-derawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai, diduga sebagai orang yang bertanggung jawab.
Tim ad hoc juga menemukan pelanggaran yang diduga dilakukan anggota kepolisian, tetapi bukan pelanggaran HAM berat. Komnas HAM kemudian merekomendasikan untuk menindaklanjuti pelanggaran tersebut dan memperbaiki kepatuhan terhadap hukum yang berlaku, khususnya terkait dengan perbantuan TNI-Polri. (P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved