Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

SBY Buka Suara Soal Kasus Jiwasraya

Thomas Harming Suwarta
28/1/2020 15:16
SBY Buka Suara Soal Kasus Jiwasraya
Mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, berbincang dengan Presiden RI, Joko Widodo, di Istana Merdeka Jakarta, beberapa waktu lalu.(Antara/Puspa Perwitasari)

PRESIDEN RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengungkapkan terdapat tujuh arena investigasi yang harus disentuh, jika ingin mengusut tuntas kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Pertama, berapa besar kerugian perusahaan. Kedua, mengapa keuangan bisa jebol. Ketiga, siapa pelaku yang membuat jebol. Keempat, apakah aliran dana tersebut digunakan untuk kepentingan politik. Kelima, berapa besar uang rakyat yang harus dijamin dan dikembalikan. Keenam, apakah terdapat kaitan modus kejahatan Jiwasraya dengan kasus lainnya. Terakhir, bagaimana solusi dan penyelesaian kasus tersebut.

"Terkait jumlah kerugian, apakah benar jumlah kerugian untuk Jiwasraya sebesar Rp 13,7 triliun? Benarkah Asabri juga mengalami kerugian Rp 10-16 triliun? Benarkah jebolnya keuangan di BUMN ini karena penempatan dana investasi perusahaan pada saham berkinerja buruk? Penempatan dana perusahaan yang ceroboh dan keliru ini disengaja atau tidak? Apakah memang penempatan dana korporat yang salah ini disengaja karena ada yang ingin mengambil keuntungan secara pribadi?" bunyi pernyataan SBY dikutip dari www.demokrat.id.

Dijelaskan SBY, perlu dilakukan investigais terhadap pelaku yang menjadi dalang jebolnya keuangan BUMN tersebut. "Benarkah hanya lima orang sebagaimana yang diduga Kejaksaan Agung? Adakah aktor intelektual yang bekerja di "belakang”? Hal ini sangat penting agar negara tidak salah mengadili dan menghukum seseorang," lanjutnya.

Baca juga: Kementerian BUMN akan Suntik Rp 5 Triliun untuk Jiwasraya

Bukan hanya itu, perlu didalami apakah ada uang yang mengalir dan digunakan untuk dana pemilihan umum (pemilu). Menurutnya, investigasi penting dilakukan untuk menjawab pertanyaan dan praduga masyarakat. Sebab, kasus korupsi Jiwasraya dicurigai mengalir ke tim sukses pemilu 2019 lalu.

"Baik yang mengalir ke partai politik tertentu maupun tim kandidat presiden. Tuduhan ini persis dengan yang saya alami ketika dilakukan “bailout” Bank Century. Untuk membersihkan nama baik partai politik tertentu dan Presiden Jokowi sendiri, penyelidikan patut dilakukan. Biar gamblang dan rakyat mendapatkan jawabannya," pungkas SBY.

SBY turut menekankan pentingnya pengembalian uang kepada masyarakat. Apalagi korban Jiwasraya juga berasal dari negara lain, yakni Korea Selatan, sebanyak 474 nasabah dengan nilai Rp 574 miliar. Kalau tidak ada jaminan yang pasti, dikhawatirkan akan mengurangi kepercayaan para nasabah asuransi di Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, juga akan merusak kepercayaan pasar domestik dan global, terhadap sistem dan pengelolaan keuangan di dalam negeri.

Selain itu, SBY menyoroti persamaan modus kejahatan kasus Jiwasraya dengan kasus lain. Pengungkapan di arena ini sangat penting. Investigasi oleh parlemen berikut hasil kerja lembaga audit dan penegak hukum, harus mampu mengungkapkan kasus tersebut.

"Apakah memang ada kaitan dan kesamaan modus kejahatan yang terjadi di Jiwasraya dengan BUMN lain jika kelak ditemukan? Kalau memang tidak ada atau tidak ditemukan, kita bisa menghela nafas dengan lega. Namun kalau ada, krisis ini menjadi sangat serius. Mengapa? Sangat mungkin keseluruhan penyimpangan ini merupakan kejahatan yang terorganisasi (organized crime) dengan para “arsitek” yang bekerja di belakangnya. Kalau mimpi buruk ini adalah kenyataan, memang negara harus melakukan bersih-bersih secara total," tegas dia.

SBY memandang pencarian solusi harus dilakukan secara menyeluruh. Hal yang perlu diperbaiki bisa terkait pemberian sanksi hukum kepada pelaku, penyehatan kembali keuangan korporat, serta pemberian jaminan dan pengembalian uang milik nasabah. Ke depan, lanjut dia, perlu meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi dan sistem.

"Kemudian, “judgement” jajaran manajemen harus jauh lebih baik. Pengawasan yang lebih seksama dari otoritas jasa keuangan, parlemen dan pemerintah terhadap jajaran BUMN. Khusus pemberian jaminan dan pengembalian uang nasabah, segera bentuk lembaga penjamin polis melalui Undang-Undang, agar ada kepastian hukum," tutupnya.(OL-11)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya