Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas menyatakan pemerintah menjadi institusi pelanggar konstitusi terbanyak sepanjang 2015. Dari 387 pelanggaran konstitusi, 214 dilakukan pemerintah.
"Ada 214 penyimpangan yang dilakukan lembaga eksekutif. Pelanggaran tertinggi terjadi pada Januari 2015 yaitu sebanyak 40 kasus," ujar peneliti PUSaKO Feri Amsari, Senin (1/2)
Ia mengatakan, pelanggaran yang dilakukan pemerintah berbentuk kebijakan atau tindakan dari pejabat atau lembaga eksekutif yang dipimpin presiden dan para menterinya serta lembaga setingkat menteri. Menurut Feri, pelanggaran terbanyak dilakukan pemerintah terhadap Pasal 28H UUD 1945.
Jumlah pelanggaran sebanyak 64 kasus, terutama Pasal 28H ayat 1 yang berbunyi setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Misalnya, jelas Feri, kasus asap akibat kebakaran hutan dan lahan.
Menurut Feri, seharusnya negara bertanggung jawab memberikan suasana kehidupan yang layak bagi masyarakat. "Ini pelanggaran konstitusi yang paling berat. Apalagi ada korban," tukasnya.
Lembaga legislatif seperti DPR dan DPD juga tercatat melakukan pelanggaran konstitusi 2015. Peneliti PUSaKO Beni Kurnia Ilahi, menyebutkan, sepanjang 2015 ada 40 kasus pelanggaran yang dilakukan DPR dan DPD.
Salah satu pelanggaran konstitusi adalah sikap DPD dalam menanggapi kisruh KPK dan Polri. "Ini pelanggaran konstitusi bidang hukum dan politik. Mereka memihak kepada salah satu lembaga tertentu," tukas Beni.
Ia menambahakan, DPR juga kerap memanfaatkan kewenangannya demi melaksanakan kepentingan partai. Hal itu tergambar dari sikap DPR yang menggunakan hak angketnya terkait dengan kisruh partai politik tertentu. Menurutnya, pasal yang sering dilanggar legislatif adalah Pasal 28D.
"Ada sebanyak 11 kasus yang berkaitan dengan kepastian hukum. Kemudian, ada 10 kasus pelanggaran terhadap Pasal 20A yang berkaitan dengan pelanggaran tiga fungsi lembaga legislatif," terang Beni.
Pelanggaran konstitusi ini, tandasnya, berdampak terhadap pelbagai bidang kehidupan, terutama bidang hukum sebesar 31 persen dan bidang politik 28 persen. Lembaga yudikatif juga tidak bersih dari pelanggar konstitusi. PUSaKO mencatat, ada delapan kasus pelanggaran yang dilakukan yudikatif.
Dikatakan peneliti PUSaKO M Nurul Fajri, ada tiga faktor kecilnya pelanggaran yang dilakukannya yudikatif. Pertama, lembaga yudikatif seperti Mahkamah Konstitusi tidak banyak melakukan kewenangannya sepanjang 2015. Kedua, yudikatif dilindungi dengan pasal-pasal penghinaan peradilan.
Ketiga, penyimpangan lembaga yudikatif dalam putusannya hanya dirasakan masyarakat pencari keadilan yang mendaftarkan perkaranya melalui proses persidangan. Sehingga, hanya orang-orang tertentu yang dapat merasakan terjadinya pelanggaran konstitusi. "Tapi meskipun kecil, dampak dari pelanggarannya sangat luas," katanya. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved