Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
UNTUK mencegah praktik jual-beli ginjal atau organ tubuh lainnya, negara perlu mempertegas aturan terkait pendonoran sebab banyak pasien yang membutuhkan ginjal dan banyak orang yang sebenarnya pantas memberi. Pemerintah juga diminta lebih ketat lagi mengawasi prosedur transplantasi ginjal.
Pendapat itu disampaikan Konsultan Ginjal dan Hipertensi dari Rumah Sakit PGI Cikini dr Tunggul D Situmorang, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta, dan Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf, saat dihubungi secara terpisah, di Jakarta, Jumat (29/1).
"Indonesia bisa mencontoh Iran. Di negara itu, saat seorang warga memberi kehidupan atau kebajikan kepada orang lain, ia dianggap beramal dan diorganisasi oleh negara. Mereka kemudian diberi penghargaan, misalnya, fasilitas jaminan kesehatan, beasiswa, atau uang. Kenapa Indonesia tidak bisa melakukan hal serupa? Mungkin bisa memanfaatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menentukan jasa dan kriterianya," jelas Tunggul.
Sampai kini, lanjutnya, yang diributkan di media massa hanya soal penjualan organ, tetapi tidak memberi solusi. "Ini waktunya kita sadarkan semua pihak untuk membuat aturan jelas mengenai donor, mana yang layak dan tidak, dan siapa bertanggung jawab," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mencoba meluruskan pemahaman salah yang selama ini beredar di pemberitaan. Tunggul menegaskan urusan rekrutmen pendonor dan masalah transplantasi merupakan dua hal terpisah. "Rekrutmen donor menjadi urusan pasien. Dalam mencegah adanya jual-beli ginjal, dokter sering mengecek ulang sumber donor. Sekali pasien bilang beli, kami tidak akan mengerjakan operasi. Sebab itu melanggar etika, profesi, dan undang-undang," jelas Tunggul lagi.
Di RS PGI Cikini, sejak 1977 sampai hari ini terdapat 342 pasien yang menjalani transplantasi. Sebanyak 72%-80% menggunakan pendonor keluarga. Sisanya 20% dari orang lain. Joudy Feldy Kumendong, 21, misalnya, melakukan transplantasi ginjal pada Agustus 2014 setelah menjalani cuci darah selama 3,5 tahun. "Pendonornya mama saya sendiri," ujarnya.
Di sisi lain, Marius menuturkan sebetulnya ia sudah lama mencium adanya sindikat pencurian organ tubuh manusia di rumah sakit. Hal itu berdasarkan laporan korban yang diterimanya sejak 2001.
Kasus serupa, tambahnya, tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Ia mengaku sering mendapat laporan pencurian organ tubuh di tahun-tahun berikutnya.
"Pemerintah kurang tegas dalam membuat peraturan soal pengawasan di lapangan," pungkasnya.
Dede Yusuf mengatakan telah mencoba menegur dan mengejar menteri kesehatan untuk segera menindak dan memberikan sanksi kepada oknum yang memperdagangkan ginjal.
Saat menanggapi itu, pelaksana tugas Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes Chairul Radjab Nasution mengatakan sebetulnya menurut Pasal 64 UU Kesehatan menyebutkan proses transplantasi ginjal tidak boleh terkait kegiatan komersial. (Mlt/Tlc/DG/X-8)
Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri telah menghimpun keterangan dari 10 saksi terkait sindikat penjualan ginjal di wilayah Bandung, Jawa Barat.
SEMBILAN anggota Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri mendatangi RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, Kamis (4/2).
Jika seseorang menghendaki transplantasi ginjal, biasanya pasien mencari sendiri orang yang bisa menjadi pendonor.
Transplantasi ginjal sebenarnya legal dan harus dilakukan untuk menolong kemanusiaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved