Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Mengapa Polisi tidak Tangkap Abu Rara Sebelum Menikam Wiranto?

Tri Subarkah
12/10/2019 13:16
Mengapa Polisi tidak Tangkap Abu Rara Sebelum Menikam Wiranto?
Abu Rara (berpakaian hitam) menyerang Menko Polhukam Wiranto(ANTARA/Dok Polres Pandeglang)

KEPALA Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigjen Dedi Prasetyo memastikan pelaku penikaman Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto maupun Kapolsek Menes Kompol Sumaryo pada Kamis (10/10) lalu berafiliasi dengan jaringan Jamaah Ansharut Dhaulah (JAD).

Walakin, Dedi tidak dapat memastikan Abu Rara masuk ke dalam jaringan JAD Bekasi.

"Tidak secara eksplisit dia (Abu Rara) men-declare dirinya adalah JAD Bekasi," katanya di Mabes Polri, Jumat (11/10).

Menurutnya, Abu Rara hanya sebatas simpatisan JAD Bekasi yang dikomandoi Abu Zee. Abu Zee sendiri sudah ditangkap tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror pada 23 September 2019 di Tambun, Bekasi.

Lantas, mengapa polisi tidak menangkap Abu Rara sebelum melakukan aksinya Kamis lalu?

Baca juga: Mahasiswa Minta Kepolisian Ungkap Motif Penyerangan Wiranto

Dedi menyebut ada lima tahapan bagaimana biasanya sebuah jaringan teroris bekerja sebelum akhirnya melaksanakan amaliah (aksi). Sementara itu, Abu Rara baru masuk dalam tahap ketiga dalam radar polisi.

"Ini masih tahap ketiga, artinya berjaga-jaga sudah kita lihat," ucap Dedi.

Adapun tahap pertama yakni tahap perencanaan. Para anggota jaringan tersebut membangun komunikasi yang intens baik kontak fisik secara langsung maupun melalui media sosial.

Tahap kedua adalah taklim umum, berupa pendoktrinan kepada anggota yang baru direkrut.

"Menyampaikan cara-cara berjihad juga menyampaikan cara-cara yang lain dalam rangka untuk mematangkan dari sisi mental, spiritual, maupun fisik," terang Dedi.

Tahap berikutnya adalah tahap ketiga, yakni taklim khusus. Dedi menyebut taklim khusus ini dilakukan menggunakan media sosial.

"Setelah ada penilaian dari tokoh terhadap orang-orang yang dianggap sudah boleh dikatakan memiliki cukup kuat kemauan untuk ikut bergabung ataupun sebagai simpatisan, baru nanti mereka merencanakan i'dat," papar Dedi.

Tahap i'dad merupakan tahap pelatihan perang-perangan seperti yang dilakulan kelompok Abu Zee di Gunung Halimun. Di dalamnya diajarkan cara merakit bom, menggunakan anak panah, menggunakan replika senjata dengan target adalah thogut, yakni pemerintah dan kepolisian.

Tahap kelima adalah Amaliah.

"Tentunya bisa menggunakan suicide bomber bisa menggunakan bom-bom lainnya ataupun serangan-serangan menggunakan senjata tajam atau pun benda mematikan lainnya," jelas Dedi.

Pihak kepolisian sebenarnya sudah memantau pergerakan Abu Rara pada tahap ketiga, namun belum belum bisa melakulan penangkapan. Alasannya, kata Dedi, karena belum ada perbuatan yang melawan hukum.

"Dia tidak melakukan i'dad. Abu Rara ini baru sekali bersentuhan dengan Abu Zee. Kalau sudah sampai tahapan keempat, i'dad, bukti permulaan melawan hukum sudah cukup, baru Densus bisa lakukan precentive strike," jelasnya.

Sementara itu, amaliah yang dilakukan Abu Rara Dan istrinya hanya bersifat spontanitas. Bahkan menurut pemeriksaan, Abu Rara tidak tahu siapa target alamiahnya.

"Kebetulan pada saat itu ada kapal, istilahnya helikopter itu kapal. Ada kapal nih mau mendarat, masyarakat banyak berbondong-bondong menuju alun-alun. Eh nggak tahu siapa, tapi itu sasaran kita (Abu Rara), langsung kita menuju alun-alun (Menes), langsung secara spontan menuju alun-alun," pungkas Dedi. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya