Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
HUKUMAN kebiri kimia yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan seksual di Mojokerto, Jawa Timur, menuai pro dan kontra. Menurut Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, hukuman kebiri tidak bisa memberikan efek jera yang maksimal malah memperburuk keadaan pelaku.
"Hukuman itu (bisa saja) membuat orang tambah jahat. Bayangkan, dia 12 tahun dipenjara lalu dikebiri. Setelah dia keluar, bayangkan dendam yang dia punya ke negara. Tidak ada keinginan untuk membuat dia menjadi manusia yang lebih baik," ungkap Erasmus di Kantor YLBHI, Jakarta, Senin (26/8).
Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Disebut Untungkan Pemilik Usaha Tambang
Ia kemudian menyoroti soal korban kejahatan seksual. Menurutnya, korban harus mendapatkan restitusi atau ganti rugi seperti biaya pendampingan medis dalam pemilihan psikis.
"Korban 9 anak itu dapat apa? Pendampingan medisnya bagaimana, biaya pemulihan dari siapa? Fokusnya ke korban dong. Pelaku mau Anda hukum bagaimana pun terserah. Kalau saya itu," kata Erasmus.
Hukuman kebiri kimia dijatuhkan kepada Muh Aris, 20, pelaku kejahatan seksual asal Mojokerto, Jawa Timur. Ia dinyatakan terbukti melakukan pemerkosaan terhadap 9 anak.
Selain hukuman kebiri kimia, Aris dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. (Ins/A-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved