Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
ANGGOTA MPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil menyetujui adanya wacana untuk menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Ia menilai GBHN dibutuhkan untuk menjadi panduan bagi pemerintah untuk membangun negara, sehingga pembangunan Indonesia akan memiliki tujuan dan fokus yang jelas.
“GBHN ini panduan, guides, buku petunjuk, supaya kita tidak salah arah. Kita fokus, sehingga bangsa Indonesia bisa makmur, sehingga sila-sila Pancasila bisa terwujud," kata Nasir, ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/8).
Menurut Nasir, saat ini rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang yang menjadi landasan pemerintah dalam pembangunan pascareformasi belum cukup.
Terlebih, kata ia, ketika pergantian kepemimpinan presiden yang berpengaruh terhadap rencana tersebut. Maka dari itu, GBHN diperlukan untuk memayungi arah pembangunan Indonesia.
“Kita ini perlu payung besar. Untuk keamanan kita perlu payung besar. Untuk politik, kita perlu payung besar. Untuk ideologi, kita perlu payung besar. Jadi, ada beberapa payung besar yang harus kita siapkan untuk melindungi Indonesia ini,” kata Nasir.
Baca juga: Tali Kendali Presiden di GBHN
Lebih lanjut, Nasir mengatakan untuk menghadirkan kembali GBHN perlu dilakukan amandemen UUD 1945. Amandemen ini nantinya berdasarkan kesepakatan bersama. Ia mengaku fraksi yang ada di MPR RI termasuk dari DPD sepakat adanya GBHN dan perubahan UUD 1945.
Meski demikian, Nasir memahami adanya polemik terkait penggunaan nama GBHN. Hal ini merujuk pada namanya yang lekat dengan orde baru.
Selain itu, dengan menggunakan GBHN, ada implikasi ketatanegaraan yang akan mengubah struktur politik nasional. Ketika zaman orde baru, presiden melaporkan pertanggungjawaban kepada MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara.
“Saya yakin dan percaya, mungkin untuk sekarang istilahnya GBHN. Tapi, nanti mungkin namanya bukan GBHN,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengatakan GBHN penting dilahirkan kembali dalam kerangka untuk menerjemahkan nilai-nilai pada Pancasila dan UUD 1945.
"Bisa dikatakan GBHN, merupakan garis perjuangan politik negara," kata Viva.
Viva mengatakan dengan menghidupkan kembali GBHN tidak membuat MPR menjadi lembaga superbodi dan mengarahkan kebijakan negara. Menurutnya, MPR tetap setara dengan lembaga negara lainnya.
"MPR bukan lembaga superbodi dan setara dengan lembaga negara yang lain. Itu merupakan cabang-cabang kekuasaan yang lain. Tugas dan kewenangannya bersifat spesialis. Namun, posisinya sebagai lembaga setara dengan lembaga lain," kata Viva. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved