Headline
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
PEMBAHASAN Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapanyang tengah dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR kembali mencuat di publik. Beberapa kalangan memersoalkan salah draf pasal yang mengecualikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam RUU tersebut. Langkah itu dilakukan agar tidak memangkas dan melemahkan kewenangan KPK dalam memberantas korupsi melalui penyadapan pembicaraan.
Namun di sisi lain, sebagian anggota DPR menganggap seluruh institusi hukum perlu diatur jika menyadap. Aturan itu harus mencakup seluruh institusi yang memiliki kapasitas menyadap, tak terkecuali dengan KPK. Selain itu, mekanisme dan prosedur penya-dapan yang dilakukan institusi hukum dinilai perlu diatur melalui payung hukum yang jelas.
Perspektif ini beranggapan perlunya peraturan setingkat UU untuk mengatur pelaksanaan penyadapan penegak hukum dan KPK termasuk institusi yang diatur. Hal ini perlu dilakukan lantaran pelaksanaan penyadapan bersing-gungan dengan ranah privasi, serta dianggap melanggar hak asasi manusia yang berlaku secara universal.
Meski kewenangan penyadapan oleh KPK telah diatur dalam Pasal 12 UU No 32/2002 tentang KPK, tetapi memasukkan KPK dalam RUU Penyadapan diperlukan agar KPK melalui aturan dan mekanisme yang jelas dalam menyadap.
Menurut Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, DPR harus memerhatikan aspek hak asasi manusia dalam merumuskan RUU Penyadapan. Menurutnya, RUU Penyadapan harus mengutamakan aspek hukum dan tidak boleh ada kesewenang-wenangan, adanya pembatasan yang jelas dan dapat diakses, serta adanya perlindungan dan pemulihan.
"RUU penyadapan juga harus bisa mencerminkan pelaksanaan HAM yang bersifat universal dan nondiskriminasi," kata Choirul, kemarin.
Wakil Ketua Komnas HAM, Hairansyah menambahkan, dalam konteks pelaksanaan, penyadapan dapat dilakukan asal memiliki undang-undang sebagai payung hukum. Ia menyadari lembaga penegak hukum, seperti BIN, BNN, Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan. Namun, ia melihat belum ada UU Penyadapan bersifat tunggal yang menaungi semua institusi penegak hukum tersebut.
"Persoalan selanjutnya adalah terlalu banyak lembaga yang memiliki kewenangan penyadapan," katanya.
Tidak boleh diganggu
Namun demikian, pakar hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kewenangan KPK seharusnya tidak boleh diganggu gugat dalam kaitannya dengan RUU Penyadapan. Bagi-nya, kewenangan penyadapan KPK sangat diperlukan sebagai senjata utama lembaga antirasuah tersebut dalam meretas modus praktik lancung yang dinilainya sudah semakin canggih saat ini.
"Terhadap wewenang KPK atas penyadapan tidak boleh diganggu, mengingat wewenang menyadap KPK itu bagian dari cara-cara luar biasa melawan korupsi yang semakin canggih modus-modusnya, termasuk perdata," ujarnya saat dihubungi, kemarin.
Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Antikorupsi UGM Oce Madril menilai, pembuatan tata kelola penyadapan oleh KPK merupakan solusi terbaik ketimbang membatasi atau mencabut kewenangan lembaga tersebut. Apabila penya-dapan itu dipangkas tentu akan berdampak besar terhadap pelbagai upaya penegakan hukum yang dilakukan lembaga antirasuah itu. "Kalau kewenangan itu akan dibatasi, tentu sebetulnya sama saja mencabut ruh penegakan hukum KPK," ujarnya. (Uca/Gol/P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved