Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
ANGGOTA DPR dari Fraksi PDIP Arif Wibowo diperiksa sebagai saksi kasus du-gaan korupsi terkait proyek pengadaan KTP berbasis elektronik (KTP-E) yang menjerat anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari.
Seusai diperiksa di Gedung KPK, Arif mengaku ditanya penyidik seputar rapat di Komisi II DPR. Salah satunya, rapat pembahasan anggaran proyek pengadaan KTP-E. "KPK mempertanyakan rapat-rapat di Komisi II sesuai dokumen yang ada. Menyangkut kebijakan, menyangkut anggaran, umum saja semuanya,"ujarnya di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Arif mengaku tidak mengetahui perihal pembahasan penambahan anggaran proyek bernilai Rp5,9 triliun tersebut. Menurutnya, penambahan anggaran dibahas di Badan Anggaran (Banggar) DPR. "Saya enggak hafal, karena itu kaitannya di Banggar," kata dia.
Arif merupakan salah satu legislator yang santer disebut menerima uang haram dari proyek pengadaan KTP-E. Mantan Ketua DPR Setya No-vanto yang telah divonis bersalah dalam kasus itu menyebut Arif menerima US$350 ribu dari cawe-cawe proyek tersebut.
Menurut kesaksian Novanto dalam sidang di Pangadilan Tipikor, Jakarta, uang itu dite-rima Arif melalui terpidana Sugiharto selaku mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Kependudukan dan Pencatat-an Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Namun, Arif menyatakan tidak tahu apakah soal fakta persidangan tersebut. "Waduh enggak ngerti saya," ujarnya sembari meninggalkan kerumunan awak media.
Markus Nari ditetapkan sebagai tersangka kasus itu sejak Juli 2017. Markus diduga memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam pengadaan paket KTP-E tahun 2011-2013 yang merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun dari total anggaran Rp5,9 triliun.
Markus yang saat itu masih duduk di Komisi II, diduga berperan memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek tersebut. Berdasarkan fakta persidangan, Markus bersama sejumlah pihak meminta uang kepada mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatat-an Sipil Irman sebanyak Rp5 miliar pada 2012. Namun, Markus baru menerima Rp4 miliar. Uang itu diduga untuk memuluskan pembahasan anggaran perpanjangan proyek E-KTP tahun 2013 sebesar Rp1,49 triliun.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan delapan tersangka. Tujuh orang di antaranya telah berstatus narapidana.
Mereka ialah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman, mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Sugiharto, eks Bos PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, dan Made Oka Masagung. Tinggal Markus Nari yang masih dalam proses penyidikan.
Kecipratan
Selain Arif, KPK juga memeriksa mantan Ketua Fraksi Demokrat DPR RI Jafar Hafsah. Dia juga diperiksa sebagai saksi atas tersangka Markus Nari. "Ya, yang bersangkut-an juga menjadi saksi atas Markus Nari," jelas juru bicara KPK Febri Diansyah.
Nama Jafar Hafsah kerap disebut dalam skandal megakorupsi itu. Dalam persidangan, politikus Demokrat itu disebut kecipratan US$100 ribu dari keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.
Dalam kasus megakorupsi tersebut, KPK berjanji akan segera mengumumkan tersangka baru. (P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved