Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan gegabah menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi sebagai tersangka dalam kasus suap KONI.
"Nanti diputusan lah kita akan melihat bagaimana pertimbangan hakim terhadap fakta fakta tersebut, dan bagaimana putusannya. Dari sana jaksa lakukan analisis dan rekomendasi, pimpinan tindak lanjuti baik pokok perkara, atau kemungkinan perkembangan yg lain," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/5).
Menyoal pernyataan yang muncul dalam persidangan tentang Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum yang sejak awal melakukan pemufakatan jahat, KPK, kata Febri, masih menunggu putusan hakim.
"Kita tunggu pertimbangan hakim terhadap fakta fakta sidang dan tuntutan JPU terhadap putusan hakim. Kita tunggu itu dulu dan kemudian dilakukan analisis lebih lanjut," terang Febri.
Baca juga: Peran Staf Khusus Menpora Diungkap
KPK memang tidak menutup kemungkinan menetapkan Menpora sebagai tersangka. Namun KPK harus berhati-hati soal itu, "kemungkinan pengembangan dalam kasus itu selalu ada sepanjang ada bukti, tetapi tentu KPK harus hati-hati dan cermat melihat setiap fakta yang ada," tandas Febri.
Sebelumnya, asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, disebut menerima Rp 11,5 miliar dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy. Jaksa KPK menyebut uang yang diterima Ulum itu untuk keperluan Menpora.
Itu disampaikan jaksa saat membacakan surat tuntutan untuk Hamidy. Tuntutan itu juga disampaikan kepada Bendahara KONI Johnny E Awuy, yang pula duduk sebagai terdakwa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/5).
Keduanya diyakini jaksa memberikan suap kepada Deputi IV Kemenpora Mulyana serta dua staf Kemenpora atas nama Adhi Purnomo dan Eko Triyanta. Jaksa berpandangan dalam persidangan telah terungkap adanya peran Ulum agar dana hibah untuk KONI dapat dicairkan dengan syarat ada imbalan uang yang telah disepakati antara Ulum dengan Hamidy, yaitu 15 sampai 19% dari anggaran hibah KONI yang dicairkan.
"Sebagian realisasi besaran commitment fee terdakwa (Hamidy) dengan Johnny secara bertahap memberikan sejumlah uang seluruhnya berjumlah Rp 11,5 miliar yang diberikan terdakwa dan Johnny kepada saksi Miftahul Ulum selaku aspri Menpora ataupun melalui Arif Susanto selaku orang suruhan Miftahul Ulum," kata jaksa.
Berkaitan dengan itu, Ulum, Arif, dan Imam pernah membantah saat bersaksi dalam persidangan. Namun, menurut jaksa, kesaksian ketiga patut dikesampingkan karena tidak disertai bukti yang kuat serta bertentangan dengan kesaksian Kepala Bagian Keuangan KONI Eny Purnawati.
Pengacara Imam Nahrawi, Soesilo Ariwibowo, pun telah membantah kliennya menerima aliran duit sebesar Rp 11,5 miliar lewat Ulum. "Saya sudah tanya ke Pak Imam, nggak ada," ujar Soesilo. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved