Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Embuskan Narasi Curang karena Minim Bukti

Insi Nantika Jelita
06/5/2019 08:55
Embuskan Narasi Curang karena Minim Bukti
Ketua KPU Arief Budiman(ANTARA)

PASCAPEMUNGUTAN suara 17 April lalu, kubu paslon nomor urut 02 terus melancarkan opini perihal kecurangan dalam pesta demokrasi serentak tahun ini. Di saat yang sama, mereka pun mengklaim bahwa Prabowo-Sandi sebagai pemenang pilpres.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa narasi kecurangan yang dituduhkan kepada Komisi Pemilihan Umum ialah ucapan wajar dari orang kalah. "Upaya mendelegitimasi KPU sebenarnya adalah cara untuk menghasut publik agar bertindak di luar koridor hukum," ungkapnya saat dihubungi, pekan lalu.

Upaya membangun persepsi publik bahwa 'kami tidak kalah', jelasnya, disebabkan beratnya pembuktian mengenai terjadinya kecurangan atau kealpaan KPU. Pasalnya, capres yang kalah harus membuktikan telah terjadi kecurangan di 100 ribu-200 ribu TPS di seluruh Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Hal itu karena dari hasil quick count dan real count sementara, kubu yang kalah terpaut 9%-12%, yang berarti berjarak 15 juta-20 juta suara.

"Jaraknya sangat jauh sehingga untuk membuktikan di MK telah terjadi kecurangan atau kealpaan di 100 ribu-200 ribu TPS amatlah sulit. Bahkan tidak masuk akal bisa diperoleh sehingga perlu alternatif untuk menciptakan politik zero sum game (semuanya kalah)," jelas Feri.

Adanya narasi kecurangan yang dialamatkan kepada KPU, menurutnya, sengaja dibangun dari awal. Buktinya, tuduhan kecurang-an itu sudah dilancarkan jauh hari, bahkan sebelum kampanye dimulai.

"Dampaknya ini bisa menimbulkan keresahan dan menghilangkan kepercayaan kepada penyelenggara dan pemerintah terpilih. Lalu membangun antisipasi terhadap mekanisme demokrasi dan proses hukum. Hentikan narasi kecurang-an itu," katanya.

Manggut-manggut

Mantan Ketua MK, Mahfud MD, menuturkan bahwa semuanya akan terbukti pada saat hitung manual dari KPU. Setelah hitung manual, yang memuji maupun yang mencela IT KPU akan manggut-manggut.

"Kuncinya kan di situ. Setelah itu giliran MK yang akan diserang curang. Itu ritual politik sejak 2004. Lalu saya juga punya bukti bahwa baik 01 maupun 02 diuntungkan salah entri ke Situng. Keuntungan atau kerugian sama-sama dinikmati dari kesalahan sporadis itu," ungkapnya.

Dosen politik Universitas Pamulang, Sonny Majid, menganggap tudingan kecurangan kepada KPU atau Bawaslu mengada-ada. Pasalnya, semua parpol peserta pemilu mengetahui mekanisme pelaporan dugaan pelanggaran yang diatur Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilu. "Undang-Undang Pemilu seingat saya adalah inisiatif DPR."

Ketua KPU Arief Budiman menilai terlalu dini bila ada pihak yang menyimpulkan adanya kecurangan pemilu. Pasalnya, saat ini tahapan pemilu masih berjalan. Pemilu berjalan transparan. Masyarakat maupun peserta pemilu bisa memantau proses pemungutan, penghitungan, hingga rekapitulasi suara.

"Menyimpulkan bahwa Pemilu 2019 gagal, pemilu curang, menurut saya terlalu dini. Yang jelas saya sampaikan bahwa Pemilu 2019 adalah pemilu yang sangat transparan. Itulah yang kemudian memunculkan partisipasi banyak pihak di banyak tempat," terangnya.

Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin meminta masyarakat untuk melaporkan ke Bawaslu bila ada indikasi kecurangan. Publik juga bisa menggugat sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi. "Kurang apa kita (Bawaslu), terbuka dengan pemantau yang sebanyak ini." (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik