Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
FENOMENA radikalisme tidak hanya terjadi pada agama islam tetapi juga pada agama-agama lain termasuk Yahudi, Hindu, Buddha dan Kristen.
Hal itu ditegaskan Dekan FISIPOL Universitas Kristen Indonesia (UKI) Angel Damayanti dalam diskusi dan bedah Buku “Deradikalisasi: Kontra Radikalisme & Deiideologisasi” di Kampus UKI, Cawang, Jakarta, Rabu (24/4).
"Kalau kita cermati. Bahwa fenomena radikalisme tidak hanya ada pada agama islam tapi juga agama lain non muslim. Khusus untuk radikalisme non Muslim di Indonesia, terjadi sebagai upaya mempertahankan diri atau membalas dendam dan tidak berniat mengganti ideologi Pancasila. Itu saja bedanya," kata Angel.
Ia menjelaskan, dengan model seperti ini penanganannya menjafi berbeda yaitu bisa melalui pendekatan sosial budaya dan pendekatan hukum.
"Meskipun pemerintah juga perlu mengawasi adanya aliran-aliran gereja yang fundamentalis dan evangelistik yang berpotensi menimbulkan ketegangan dalam kerukunan hidup umat antar agama dan intra agama Kristen itu sendiri," jelas Angel.
Baca juga : Terorisme Ancaman Nyata yang Memengaruhi Keutuhan Bangsa
Pada kesempatan yang sama Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Noorhaidi Hasan menegaskan pentingnya pelibatan civil society dalam melakukan deradikalisasi dan kontra radikalisme.
"Bahkan itu menjadi kunci keberhasilan pencegahan radikalisme dan terorisme di Indonesia," tegas Hasan.
Staf Ahli Menkopolhukam Sri Yunanto, menjelaskan, sejak adanya UU Terorisme No 5/2018, ada pergeseran strategi yang sebelumnya lebih pada pendekatan law enforcement dan penindakan, maka saat ini pemerintah lebih menitikberatkan pada strategi soft approach berupa pencegahan dan deradikalisasi.
"Ini menurut kami yang harus dikedepankan daripada langkah penindakannya," pungkas Yunant0. (OL-8)
PAKAR terorisme Solahudin menyebut Indonesia saat ini berada di era terbaik dalam penanganan terorisme berkat strategi kolaboratif antara soft approach dan hard approach.
Pencegahan tidak hanya dilakukan dari sisi keamanan tapi juga harus bisa memanfaatkan teknologi IT
Gubernur Khofifah dan BNPT RI berkomitmen tanamkan moderasi beragama sejak dini di sekolah untuk cegah radikalisme. Jatim perkuat sinergi pusat-daerah.
BADAN Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Komisi XIII DPR RI terus memperkuat upaya pencegahan radikalisme dan terorisme.
EKS narapidana terorisme (napiter) Haris Amir Falah mengungkapkan desa sering menjadi sasaran utama kelompok radikal dalam merekrut anggota baru.
Saat ini kita harus mendukung kebijakan pemerintah dalam memperkuat langkah strategis mengatasi radikalisme.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved