Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Anggota DPR Kritik Tuntutan Ringan Terdakwa TPPO di Batam

Indriyani Astuti
03/2/2019 09:53
Anggota DPR Kritik Tuntutan Ringan Terdakwa TPPO di Batam
Para pembicara dari kiri Pakar Hukum Jay Tambunan, Direktur Rumah Konseling Muhammad Iqbal, Wasekjen DPP PAN Rosaline Rumaseuw, moderator Margi Syarif, Anggota Komisi VIII DPR Rahayu Saraswati dan komisioner Komnas Perempuan Imam Nahei dalam diskusi Polemi(MI/ADAM DWI)

JAKSA penuntut umum mendakwa pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), JR, di Batam dengan hukuman hukuman penjara selama 18 bulan dan denda Rp50 juta. Rendahnya hukuman itu mendapat reaksi dari Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati.

Tuntutan JPU dinilai tidak sesuai dengan semangat pemberantasan perdagangan manusia dengan motif penyaluran pembantu rumah tangga.

"Ini salah satu contoh gamblang bagaimana pemerintah masih harus meningkatkan sosialisasi tentang TPPO. Patut dipertanyakan maksud jaksa menggunakan UU Perlindungan Anak bukan UU TPPO," ujar Saraswati, melalui siaran pers, di Jakarta, Sabtu (2/1).

Saraswati mengungkapkan alasan mempertanyakan rendahnya tuntutan JPU karena anak buah terdakwa, Paulus Baun lebih dulu divonis majelis hakim PN Batam 4 tahun penjara.

Baca juga: NTT Darurat Perdagangan Orang

Ia terbukti bersalah melanggar UU RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun.

JR, pemilik PT Tugas Mulia, awalnya juga dijerat dengan UU yang sama dengan Paulus Baun dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (PA).

Namun, dalam perjalanan kasus tersebut, ujar Saraswati, JR hanya didakwa JPU dengan UU PA dengan tuntutan hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp.50 juta. Keduanya melakukan kejahatan dan sindikat perdagangan orang.

Saraswati mengatakan rendahnya ancaman hukuman bisa menjadi salah satu pintu bagi para pelaku TPPO untuk terus menjalankan aksi mereka.

Proses peradilan yang tidak memenuhi rasa keadilan, imbuhnya, akan memberi efek buruk bagi masyarakat dalam berperan aktif melaporkan dugaan tindak pidana perdagangan orang.

“Semangat masyarakat berpartisipasi melaporkan akan turun, karena hukumannya terlalu ringan. Belum nanti terpidana dapat remisi dan pengurangan masa tahanan karena berbagai alasan,” jelasnya.

Selain itu, tuntutan jaksa yang rendah juga bertentangan dengan salah satu program pemerintah mengakhiri perdagangan manusia (End Human Trafficking).

“KPPPA sebagai ketua gugus tugas TPPO harus bersuara dalam kasus ini. Rendahnya tuntutan ini melukai masyarakat dan ini lampu kuning untuk penegakan hukum perdagangan orang,” tegas Saraswati. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya