Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
KEPALA Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius mengatakan Abu Bakar Ba'asyir merupakan napi terorisme (napiter) yang sama sekali tidak mau ikut program deradikalisasi karena memiliki pandangan sendiri.
"Dia tidak mau ikut deradikalisasi karena bertentangan. Namun, napiter yang lain masih ikut untuk mendapatkan pencerahan," kata Suhardi di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan memang ada napiter yang berpandangan hardcore seperti Ba'asyir sehingga tidak mau ikut program deradikalisasi. Namun, pihaknya tetap mengupayakannya agar minimal mereduksi pola pikir ideologi napiter.
Untuk wacana pembebasan bersyarat, menurut Suhardi, pihaknya dilibatkan dalam tim assessment yang terdiri atas BNPT, lembaga pemasyarakatan, Kejaksaan, dan Densus 88 Antiteror.
"Kami pantau orang ini bagaimana pola pikirnya dan kadang-kadang kita turunkan tim psikolog BNPT. Psikolog itu bisa tahu orang ini berbohong atau cuma ini saja," ujarnya.
Dia mengatakan BNPT menggunakan ulama untuk mengajak diskusi para napiter untuk menyadarkan bahwa ajaran yang mereka anut sebenarnya begini menurut agama.
Suhardi mengatakan biasanya BNPT kirim ulama yang lebih tinggi ilmunya, jangan yang di bawah karena nanti malah diajari.
"Dari sisi kemanusiaan, BNPT memberi pelayanan terbaik misalnya ada pendampingan karena yang bersangkutan sudah tua, dan itu ada pendampingnya dan asistennya," katanya.
Namun, Suhardi enggan menjelaskan potensi bangkitnya sel tidur teroris apabila Ba'asyir jadi dibebaskan karena menyerahkan sepenuhnya kebijakan tersebut kepada pemerintah.
Berhati-hati
Presiden Joko Widodo dinilai berhati-hati dalam proses pembebasan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir, agar sesuai prosedur dan tidak melanggar hukum.
"Setiap pembebasan seseorang tentu ada prosedur dan mekanisme hukumnya. Jadi tentu harus dipelajari secara hati-hati," kata Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, di Jakarta, Rabu (23/1).
Menurut dia, kehati-hatian dalam pembebasan Ba'asyir diperlukan agar tidak melanggar hukum. Selain itu, dikhawatirkan ada polemik jika pembebasan Ba'asyir dilakukan tanpa pertimbangan.
Politikus PKB itu menilai Jokowi sejatinya sangat setuju dengan pembebasan Ba'asyir karena Jokowi melihat Ba'asyir sudah tua dan sakit-sakitan selama menjalani hukuman di penjara.
Di sisi lain, pakar hukum tata negara, Mahfud MD, mengatakan turut prihatin atas apa yang menimpa Ba'asyir.
Namun, Mahfud mengatakan pemerintah sudah benar karena Ba'asyir harus mematuhi aturan pembebasan bersyarat. "Syaratnya melakukan ikrar kesetiaan kepada NKRI, tidak akan melakukan aktivitas-aktivitas dengan teror dan tentu pada Pancasila," tutur dia.
Penasihat hukum Presiden Joko Widodo, Yusril Ihza Mahendra, mendukung seluruhnya keputusan pemerintah yang batal membebaskan Ba'asyir. "Itu kewenangan pemerintah," tuturnya. (Ant/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved