Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Kasus Setya Novanto, Presiden Marah Lembaga Negara Dipermainkan

Rudy Polycarpus
08/12/2015 00:00
Kasus Setya Novanto, Presiden Marah Lembaga Negara Dipermainkan
(Antara/Widodo S. Jusuf)
PRESIDEN Joko Widodo mengekspresikan kemarahannya atas pencatutan namanya oleh Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid dalam pembahasan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Presiden tak bisa menerima jika ada pihak yang mempermainkan lembaga negara.

"Lembaga negara itu bisa kepresidenan, bisa lembaga negara lain," ujarnya di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.

Presiden melanjutkan, dengan mimik serius dan intonasi suara yang ditekan, dirinya bisa menerima jika disebut Presiden gila ataupun koppig (keras kepala) seperti yang dikatakan dalam rekaman pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (FI) Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Muhammad Riza Chalid. Namun, soal pencatutan namanya untuk meminta saham PT Freeport 11%, itu yang tidak bisa dia terima.

"Saya enggak apa-apa dikatakan Presiden gila, Presiden sarap, Presiden koppig, nggak apa-apa. Tapi kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut, meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Nggak bisa!," tegas Jokowi. 

Presiden selalu memberikan penekanan intonasi pada setiap pernyataannya. Suara dan tangan kanannya ikut bergetar selama memberikan pernyataan selama 1 menit, 28 detik.

Presiden Jokowi mengatakan pencatutan nama sama sekali tidak bisa ditoleransi. Menurut dia, pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden merupakan masalah kepatutan, kepantasan dan menyangkut moralitas. "Itu masalah wibawa negara," pungkasnya.

Pernyataan Presiden terkesan mendadak karena Biro Pers Istana baru menyampaikan kepada wartawan 30 menit sebelumnya. Pada awalnya, Presiden hanya memberikan pernyataan soal Pilkada Serentak dengan menggunakan teks. Seusai itu, ia bersedia menjawab pertanyaan para wartawan terkait sidang MKD.

Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengatakan, Presiden baru membaca lengkap transkrip yang mencatut namanya. Selama ini, kata Teten, Presiden hanya membaca sekilas dan mendengarkan laporan dari stafnya saja. 

"Beliau baru baca hari ini (kemarin) dan marah luar biasa sepanjang hari," kata Teten. 

Teten mengakui kasus ini berpotensi memengaruhi hubungan antara Presiden dan DPR sebagai lembaga negara. "Saya tak tahu ke depannya seperti apa," pungkasnya. (Q-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya