Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Muradi menilai, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mesti bergerak cepat menuntaskan kasus dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto.
"Untuk menegakkan kewibawaan DPR mesti diproses dengan cepat. Kalau tidak dukungan publik bisa hilang," ujar Muradi melalui sambungan telepon, Minggu (6/12).
Menurutnya, tindakan yang dilakukan Setya sudah dapat dinilai sebagai sebuah kesalahan. Setya sendiri melakukan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Bahkan, dalam pertemuan tersebut mengajak serta pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid. Dalam rekaman perbincangan juga disinggung mengenai jatah saham yang turut mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Secara nalar, common sense, dan bukti data yang ada, dia sudah bersalah," katanya.
Oleh karenanya, Muradi menuturkan, untuk menjaga marwah DPR dan menjaga kepercayaan publik, hanya ada tiga pilihan bagi Setya.
"Enggak ada pilihan lain. Pertama mundur baik-baik, kedua dipaksa mundur secara legal formal, ketiga partai politik menariknya. Kalau jadi Setnov, itu saya mengundurkan diri," ucapnya.
Direktur Populi Center Nico Harjanto, persidangan Setya yang rencananya dilakukan pada Senin (7/12) harus dilakukan terbuka. Dengan begitu, masyarakat bisa tetap melakukan pengawasan agar MKD jangan sampai "masuk angin."
"Asalkan persidangan terbuka, kalau dirasa MKD masuk angin kemuduian tepat dituntut untuk membntuk panel," tuturnya.
Nico mengatakan, MKD juga sebaiknya mempercepat pemanggilan orang-orang yang disebut dalam rekaman.
"Diundang juga Luhut Pandjaitan dan Darmawan Prasodjo," tuturnya. (Q-1)