Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Kasus Gayus, Kemenkum HAM perlu Berbenah

Anshar Dwi Wibowo
26/9/2015 00:00
Kasus Gayus, Kemenkum HAM perlu Berbenah
()
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia diminta melakukan berbagai pembenahan mendasar berkaca dari terungkapnya kasus Gayus. Pasalnya, para petugas lembaga pemasyarakatan (LP) di tingkat bawah dinilai kurang menguasai aturan hukum yang berlaku dan rawan penyuapan.

"Arah RPJMN 2015-2019 harus menciptakan profesionalitas petugas," ujar Direktur Center for Detention Studies Ali Aranoval di Jakarta, Sabtu (26/9).

Ali mengatakan, Kemenkum HAM mesti menyediakan dan mendirikan pusat pendidikan pemasyarakatan untuk menciptakan petugas LP yang kompeten dan berintegritas. Hal tersebut sebagai bentuk pembenahan permasalahan dalam jangka panjang.

Sementara untuk jangka pendek, dua oknum sipir yang mengawal terpidana kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, mesti dikenakan sanksi.

"Penggunaan sanksi kode etik itu yang seharusnya diberikan. Dalam konteks jangka pendek," ucapnya.

Anggota komisi III DPR Dwi Ria Latifa menganalisis, terungkapnya kasus Gayus yang sedang makan di restoran seusai menghadiri persidangan di Pengadilan Agama Jakarta Utara, merupakan masalah dari lemahnya integritas petugas LP. Menurutnya, agak janggal ketika menghadiri sidang agama di Jakarta Utara namun makan di restoran di daerah Jakarta Selatan.

"Ini masalah sipir dan integritas. Mereka tidak dilatih untuk petugas yang punya integritas," ucapnya.

Apalagi, Dwi menuturkan, petugas LP juga kerap mengeluhkan kesejahteraan saat dirinya berkunjung ke LP-LP. Pun, perbandingan perbandingan pengawasan sangat tidak layak. Satu petugas bisa mengurusi 10-15 tahanan. Belum lagi hubungan antara petugas dengan tahanan berlangsung lama.

"Kalau dibuka ruang alasan pemaaf, hubungan emosional, kemudian ada rasa kasihan dan ada gratifikasi maka jadilah seperti ini," tuturnya.

Oleh karenanya, ia menuturkan, diperlukan pembenahan dan ada ketegasan dari pemimpin tertinggi dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly agar tidak memberi ruang bagi praktik-praktik seperti itu. Kebijakan tersebut mesti dilaksanakan mulai dari tingkat direktorat jenderal, kepala LP hingga sipir.

Juru Bicara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkum HAM Akbar Hadi mengakui, sipir penjara masih rawan godaan suap. Apalagi, petugas LP yang berpendidikan sekolah menengah atas (SMA) juga minim pelatihan pemasyarakatan. Bisa dalam 20 tahun tidak mendapatkan pelatihan. Namun, ia menuturkan, upaya pembenahan juga harus diiringi dengan gerakan memiskinkan koruptor.

"Kalau tidak ada memiskinkan koruptor juga bisa berdampak pada petugas kami. Misalnya kepala LP enggak mempan, ke petugas lainnya senantiasa digoda dan dirayu," ucapnya.

Meski begitu, Akbar mengungkapkan, Kemenkum HAM akan meningkatkan standar operasional prosedur pengawalan dan pengembangan sistem pendataan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan untuk menghindari kasus Gayus terulang.

"Dengan adanya kejadian perlu penguatan SOP. Harus dikawal dari pihak kepolisian, akan beda jika dicantumkan (pengawalan) minimal 10 misalnya. Kalau dikawal misalnya 10 akan enggan," tuturnya

Sementara untuk oknum sipir, Akbar menyerahkan sepenuhnya pengenaan sanksi kepada inspektorat jenderal Kemenkum HAM. Namun, ia mengklaim, Kemenkum HAM sudah berlaku aktif menindak petugas LP yang melakukan penyelewengan tugas. Sejak Januari-Juni ada sekitar 111 petugas LP yang dikenai sanksi mulai ringan hingga berat.(Q-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya