Mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua pesimistis terpilihnya Komjen Anang Iskandar sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) baru bisa membuat hubungan KPK-Polri lebih harmonis.
Menurut Abdullah, secara struktural Polri berada di bawah Presiden. Dengan begitu, kebijakan kepolisian akan tetap bernuansa politis.
"Berpikir positif saja. Dengan Kabareskrim baru ini, mudah-mudahan bisa sinergi. Sehingga pergesekan nanti bisa dikurangi. Tapi, selama kepolisian berada di bawah Presiden, sulit untuk melepaskan diri dari sikap politis Presiden. Bagaimanapun, Presiden itu kan orang politik," kata dia saat dihubungi di Jakarta.
Menurut Abdullah, pergesekan yang kerap terjadi antara Polri dan KPK terjadi bukan semata karena faktor kepemimpinan di kedua lembaga tersebut. Tapi pada tataran sistem dan kelembagaan yang bermuara dari undang-undang.
"Selama Undang-undang KPK, UU Polri dan UU Kejaksaan tidak disinergikan, pergesekan itu akan tetap ada. Rekomendasi saya kasus korupsi hanya ditangani KPK saja. Di semua negara lain juga begitu. Polri tangani kasus pidana umum saja," kata dia.
Namun demikian, Abdullah berharap di bawah kepemimpinan Anang Iskandar sebagai Kabareskrim, Polri bisa mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus-kasus yang melibatkan mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Pasalnya, kasus-kasus yang mendera keduanya lebih kental nuansa politiknya.
"Sejak awal, ini kan persoalan politik. Kalau memang Polri berpegang pada kebenaran, seharusnya sejak dari dulu diproses kasusnya. Toh, keduanya juga sudah tidak di KPK lagi. Jadi saya pikir wajar saja kalau kepolisian mengeluarkan SP3," tandasnya. (Q-1)