Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

KPK juga Harus Koreksi Diri

Mirza Andreas
06/2/2015 00:00
KPK juga Harus Koreksi Diri
Ketua Komnas HAM Hafid Abbas(MI/IMMANUEL ANTONIUS)
Selain mendesak Polri untuk menggelar penyelidikan internal terkait dugaan adanya penyalahgunaan kekuasaan dalam penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, KPK pun tidak luput dari sorotan Komnas HAM.

Komnas HAM berpendapat, KPK harus mengoreksi diri dengan melakukan audit internal, terutama dalam penanganan kasus korupsi yang memakan waktu lama. "KPK juga harus dibenahi jangan sampai di dalam ada mekanisme yang tidak terkontrol," ujar Ketua Komnas HAM Hafid Abbas di Jakarta, kemarin.

Hafid menyebutkan, penyelesaian kasus korupsi di KPK juga dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang oleh para pimpinan KPK sebagai contoh dengan menetapkan seseorang menjadi tersangka, tetapi tidak kunjung diperiksa ataupun ditahan sehingga terkesan menggantung.

"Perlu ada audit, status tersangka, tetapi tidak ditindaklanjuti sekian banyak, (seperti) mantan Ketua BPK (yang tidak kunjung diperiksa), mantan Menkes, mantan Menag, (sehabis menetapkan sebagai tersangka) setelah itu tidak follow up," cetusnya.

Terkait penilaian dari sejumlah pihak khususnya anggota DPR yang menganggap Komnas HAM tidak independen dan cenderung berpihak kepada KPK, Hafid berujar jika itu tidak benar. Komnas HAM, sambungnya, masih menjadi lembaga yang independen.

Komnas HAM menjelaskan, dibentuknya tim tersebut sebagai upaya agar setiap institusi dapat mengoreksi diri karena dengan kekuasaan yang diberikan oleh UU dapat membuat setiap institusi, baik KPK maupun Polri khilaf dalam mengambil kebijakan.

"Itu tidak (benar), Komnas HAM ingin KPK kuat, polisi kuat, lembaganya yang kita koreksi karena punya kesalahan. Namun, kita melihat mekanisme audit internal (KPK) tidak optimal," ucapnya.

Tidak sesuai KUHAP
Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia Muzakir mengatakan proses hukum di KPK memang tidak sesuai prosedur yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Menurutnya, sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka, langkah pertama menyelidiki dugaan tindak pidana. Jika ditemukan dugaan, lahirlah surat perintah penyidikan (sprindik) untuk melakukan penyidikan dengan tujuan memenuhi alat bukti dalam delik pokok, barulah menentukan pelaku yang bertanggung jawab dengan menetapkan seseorang menjadi tersangka.

"Seperti SDA, Hadi Purnomo, menurut saya (prosesnya) salah karena setelah menetapkan seseorang sebagai tersangka, tetapi kemudian dibiarkan berbulan-bulan" cetusnya.

Muzakir menegaskan, jika KPK bekerja sesuai koridor yang terdapat dalam KUHAP, proses penahanan dan pengadilan tersangka tidak perlu membutuhkan waktu yang lama hingga berbulan-bulan.

"Menurut saya, tindakan KPK gegabah dan sembrono. Kalau sesuai prosedur yang ada di KUHAP, itu tidak perlu menunggu lama-lama untuk ditahan dan kemudian dilimpahkan ke pengadilan," tukasnya.

Jika KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka lalu dibiarkan berbulan-bulan tanpa kejelasan, dugaan abuse of power dan permainan politik pimpinan KPK dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka benar adanya. (*/P-4)

[email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya