Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
MARAKNYA korupsi yang dilakukan oleh anggota DPRD secara beramai ramai pada suatu daerah yang terungkap dari beberapa kasus belakangan ini membuat khawatir pihak KPK. Hal tersebut lantaran menjadi pola yang berulang dan cenderung berkaitan dengan pengesahan APBD.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah. mengungkapkan bahwa untuk terkait DPRD di daerah memang pihak KPK menemukan ada pola yang berulang. Misalnya seperti di Sumatra Utara, Riau, Jambi, dan Malang, serta Mojokerto.
"Pola yang berulang itu umumnya terkait dengan pengesahan APBD. Jadi seolah olah dipahami bahwa anggota DPRD harus mendapat jatah ketika mengesahkan APBD di sebuah daerah," terang Febri kepada Media Indonesia, Senin (2/4).
Hal tersebut, menurut Febri, jelas keliru, seharusnya ketika memang KPK sudah menangani perkara yang cukup besar terkait DPRD seperti di Riau maupun Sumatra Utara. Maka seharusnya hal tersebut menjadi pelajaran bagi DPRD setempat dan juga DPRD lainnya.
Padahal menurut Febri, DPRD seharusnya memiliki peran untuk check and balance antara Pemda baik itu Gubernur, Wali Kota, atau Bupati dengan DPRD yang memiliki fungsi pengawasan. Namun ketika hubungan yang terjadi justru menjadi transaksional maka pengawasan yang dilakukan DPRD tidak akan berjalan.
Hal tersebut akan mengkhawatirkan bagi masyarakat setempat karena ketika persengkongkolan tersebut sudah terjadi maka akan ada resiko alokasi anggaran yang tidak sampai ke masyarakat.
"Apakah itu sudah mengkhawatirkan ? Bagi kami itu sangat mengkhawatirkan, meski kita tidak bisa menggeneralisasi bahwa seluruh DPRD pasti melakukan itu tentu itu tidak fair juga bila menggeneralisir seperti itu. Tetapi kalau DPRD nya sudah secara masal sudah menerima janji atau suap dari eksekutif di daerah itu pasti akan mengkhawatirkan," terang Febri.
Bahkan menurut Febri DPRD pun dalam hal pelaporan LHKPN saja merupakan paling banyak yang tidak mengikuti pelaporan tersebut meski sebetulnya hal tersebut menjadi mandatory bagi pejabat atau penyelenggara negara. Hal tersebut lantaran ada DPRD yang berpikir bahwa mereka bukan bagian dari penyelenggara negara sehingga tidak wajib lapor, padahal dalam UU KPK jelas disebutkan DPRD masuk penyelenggara negara.
Febri berharap apa yang terjadi belakangan inni dapat menjadi pembelajaran bagi anggota DPRD lainnya agar tidak melakukan hal yang sama. Menurut Febri jika memang anggta DPRD tersebut tidak dapat mengingatkan anggota DPRD lainnya maka setidaknya dirinya tidak menerima suap tersebut.
Kalaupun menerima bisa melaporkan ke KPK sebagai gratifikasi, tentu KPK akan proses. Bahkan jika itu dilaporkan dalam 30 hari kerja dirinya bisa di bebaskan dari ancaman pidana dan dilindungi kerahasiaannya, karena ada iktikad baik nya.
Namun Febri mengingatkan bahwa pengembalian tersebut bukan justru dilakukan ketika dirinya sudah di OTT baru mengembalikan karena hal tersebut adalah dua hal yang berbeda. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved