Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
AHLI hukum pidana Muzakkir mengatakan pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi tidak bisa digunakan untuk menjerat pelaku korupsi yang tidak memiliki kewenangan langsung dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan negara.
Ia mencontohkan bahwa jika seseorang tidak memiliki jabatan apapun yang bisa menentukan kebijakan atau anggaran maka pasal 2 dan pasal 3 tidak bisa dikenakan.
"Pasal 2 dan 3 kaitannya adalah dengan kewenangan pengelolaan keuangan negara. Jika ia menerima sesuatu tapi tidak punya wewenang maka pasal ini tidak tepat," kata Muzakki yang hadir sebagai saksi ahli meringankan dalam sidang lanjutan kasus korupsi pengadaan KTP-el atas terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Kamis (15/3).
Adapun bunyi Pasal 2 ayat (1) UU tipikor, “(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
Kemudian, Pasal 3 berbunyi “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Menurutnya jika tidak memiliki wewenang pengelolaan keuangan negara maka pasal yang bisa digunakan adalah pasal lain seperti pasal 5 atau 12 tentang gratifikasi.
Seperti diketahui bahwa Setya Novanto didakwa dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU Tipikor karen diduga telah melakukan korupsi untuk memperkaya diri sendiri dan korporasi.
Sebelumnya dalam keterangan saksi meringankan yang hadir, Wakil Ketua MPR, Mahyudin, Novanto tidak terlibat dalam Badan Anggaran serta Komisi II yang membawahi kebijakan termasuk proyek pengadaan KTP-el dengan Kementerian Dalam Negeri. Sebab, pada era pembahasan proyek KTP-el bergulir tahun 2011-2012 Novanto menjadi Ketua DPR RI untuk periode 2009-2014. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved