Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Peluang Calon Tunggal Kecil

Christian Dior Simbolon
08/3/2018 15:57
Peluang Calon Tunggal Kecil
(Dok MI)

PELUANG munculnya calon tunggal kecil dalam Pilpres 2019. Selain desain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menolak adanya calon tunggal, realitas politik menjelang Pilpres 2019 juga mengindikasikan perhelatan akbar itu bakal diikuti lebih dari satu calon.

Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk 'Konstitusionalitas Calon Presiden 2019' di Kantor Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, kawasan Tebet, Jakarta Selatan, kemarin. Hadir sebagai pembicara Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi, peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu dan politikus PPP Fernita Darwis.

"Secara umum dilarang sebenarnya. Di pasal 229 ayat 2 (UU Pemilu), disebutkan bahwa KPU menolak pendaftaran calon karena dua hal. Pertama, pendaftaran itu gabungan seluruh partai. Kedua, pendaftaran satu paslon diajukan gabungan parpol yang sebabkan gabungan parpol lainnya tidak bisa mendaftarkan paslon," ujar Veri.

Namun demikian, Veri mengatakan, calon tunggal masih mungkin terjadi karena sejumlah hal. Pertama, dari dua paslon yang mendaftar, salah satunya dinilai tidak memenuhi syarat. "Dan setelah diganti, dan diajukan lagi ternyata tidak memenuhi syarat. Otomatis hanya akan ada satu paslon," ujarnya.

Kedua, salah satu pasangan yang berkompetisi, baik itu sebagai presiden ataupun wakil berhalangan tetap. "Terakhir, memang hanya ada satu paslon dan setelah berulang kali ditolak pendaftarannya dan diberikan waktu tambahan tidak ada yang lain yang mendaftar," jelas Veri.

Di sisi lain, Yohan Wahyu mengatakan, realitas politik saat ini tidak memungkinkan adanya paslon tunggal. Hingga kini misalnya, sikap oposan yang ditunjukkan Gerindra dan PKS terhadap pemerintah relatif tidak berubah. Terlebih, Gerindra pun hampir pasti mengusung Prabowo Subianto sebagai capres.

"Kalau melihat perilaku politik yang ditunjukan Gerindra dan PKS rasanya kok enggak mungkin bergabung dengan Jokowi. Bayangkan betapa besar kekecewaan yang muncul dari para pendukung mereka kalau berubah haluan. Apalagi, kalau melihat media sosial betapa panasnya head to head antara pendukung Jokowi dan Prabowo ini," ujar dia.

Lebih jauh, Yohan mengatakan, kecilnya peluang calon tunggal juga dipengaruhi elektabilitas Jokowi sebagai petahana. Berbeda dengan SBY pada 2009 yang elektabilitasnya di atas 60% jelang Pilpres, elektabilitas Jokowi yang rata-rata berada di kisaran 50% dinilai belum cukup aman untuk memastikan kemenangan.

"Kalkulasi politiknya, elektabilitas petahana itu tinggi, tapi mungkin sekali dikalahkan. Dari hasil survei beberapa lembaga kita ketahui resistensi terhadap Jokowi itu ada, dan terpelihara. Jadi calon penantang pun akan berpikir dua kali untuk jadi pendukung. Lebih baik jadi player," jelas dia.

Fernita sepakat Jokowi hanya berpeluang muncul menjadi calon tunggal jika dalam 4 bulan menjelang pendaftaran nama calon ke KPU elektabilitasnya bisa meroket. "Dan ini menjadi pekerjaan rumah bagi koalisi. Harus ada upaya out of the box yang dilakukan untuk meningkatkan elektabilitas," katanya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya