Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
KEINGINAN mantan Kabiro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Nofel Hasan untuk menjadi justice collaborator (JC) ditolak Jaksa KPK Kiki Ahmad Yani.
Jaksa menganggap Nofel tidak berani mengungkap peran pelaku lain terkait kasus itu.
Pernyataan itu diungkapkan Kiki saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin.
Nofel Hasan dituntut pidana penjara selama 5 tahun, serta wajib membayar denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Nofel Hasan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama Eko Susilo dan Bambang Udoyo," kata Jaksa KPK Kiki Ahmad Yani.
Sebelumnya Nofel mengajukan permohonan JC untuk staf khusus bidang perencanaan dan anggaran Kepala Bakamla, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi. Sebab, Nofel mengetahui peran Fahmi Habsyi terkait kasus itu.
"Di sidang awal enggak ngaku (bersalah), dia baru ngaku setelah ditetapkan sebagai tersangka," ucap Jaksa Kiki seusai sidang.
Menurut Kiki, syarat permohonan JC dikabulkan, yakni bukan pelaku utama, mengakui kejahatan yang dilakukannya, mengembalikan aset-aset hasil suatu tindak pidana, dan memberikan keterangan sebagai saksi dan memberikan bukti-bukti yang sangat signifikan untuk mengungkap pelaku lain yang memiliki peran lebih besar.
Nofel Hasan diyakini jaksa terbukti terlibat dalam kasus suap proyek satellite monitoring di Bakamla. Nofel Hasan diyakini menerima uang suap S$104.500 dalam proyek satellite mo-nitoring itu dari Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah.
Penerimaan uang itu melalui pegawai PT MTI Adami Okta dan Hardy Stefanus yang mendatangi kantor Nofel Hasan di Lantai dasar Bakamla, Jalan DR Soetomo. Keduanya membawa uang S$104.500 untuk Nofel Hasan.
Selain itu, jaksa menyatakan Nofel bersama Fahmi Habsyi mengusulkan anggaran pengadaan satellite monitoring dan drone yang disahkan APBN-P Tahun Anggaran 2016. Untuk pengadaan satellite monitoring sebesar Rp402 miliar, dan drone sebesar Rp580 miliar.
"Anggaran drone masih dibintangi artinya anggaran itu tidak dapat digunakan sebelum syarat-syarat tertentu dipenuhi, sehingga terdakwa Nofel Hasan bekerja sama dengan Ali Fahmi atau Hardy Stefanus melakukan pengurusan ke Dirjen Anggaran Kemenkeu untuk membuka tanda bintang pada anggaran drone," ucap jaksa. (Gol/Ant/Mtvn/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved