Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Penurunan Pendapatan Asli Daerah Patut Dicurigai

22/2/2018 08:01
Penurunan Pendapatan Asli Daerah Patut Dicurigai
(MI/BARY FATHAHILAH)

FORUM Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra) menyoroti tren penurunan pendapatan asli daerah (PAD) yang selalu terjadi menjelang pilkada. Fitra menilai penurunan tersebut perlu dikritisi lantaran calon kepala daerah petahana berpotensi memanfaatkan anggaran daerah untuk ongkos pilkada.

"Memang banyak faktor yang menyebabkan PAD menurun, tetapi kita patut mengawasi daerah yang terjadi penurunan menjelang tahun politik. Apalagi, penurunannya signifikan," kata peneliti Fitra, Gurnadi, dalam diskusi bertajuk APBD di Tahun Politik, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, kemarin seperti dilansir Medcom.id.

Berdasarkan data yang dihimpun Fitra, PAD rata-rata provinsi yang menghelat pilkada turun 7% dari total belanja pada 2017. Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menjadi provinsi yang memiliki nilai penurunan PAD terbesar. Rata-rata mencapai Rp7,2 miliar.

Tren penurunan PAD tidak hanya terjadi di tingkat provinsi, tetapi juga terjadi di tingkat kabupaten/kota. "Kota Bandung pada 2016 memiliki PAD Rp2,1 triliun, pada 2017 turun 45% menjadi Rp978 miliar. Kota Bekasi pada 2016 memiliki PAD Rp1,6 triliun, pada 2017 turun sebesar 42,2% menjadi Rp677 miliar," beber Gurnadi.

Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang mencatatkan persentase penurunan tertinggi di tingkat kabupaten, yaitu masing-masing mencapai 55% dan 52%.

Peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Seknas Fitra) Gulfino Guevarrato mengatakan calon kepala daerah petahana memang paling potensial menggunakan cara-cara korup dalam kontestasi pilkada.

Ada beberapa faktor yang mendorong calon kepala daerah petahana melakukan korupsi untuk kepentingan pilkada, salah satunya karena 'mahar' politik. "Mahar biasanya dijadikan sarana untuk mempermudah keluarnya rekomendasi pencalonan dari elite partai. Biaya rekomendasi itu biasanya tidak murah," terang Gulfino.

Faktor biaya kampanye yang tinggi juga menjadi salah satu penyebab calon kepala daerah petahana mengambil jalan pintas. Untuk mengantisipasinya, Seknas Fitra merekomendasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu tegas mendorong calon kepala daerah benar-benar membuka dana kampanyenya kepada publik.

"Ini merupakan salah satu bentuk terobosan transparasi anggaran demi mengurangi potensi politik uang di pilkada," tukas Gulfino. (Medcom/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya